Senin, 11 Maret 2013

Mengkritisi Fatwa MTA yang Miring


Judul: Meluruskan Doktrin MTA Kritik Atas Dakwah Majelis Tafsir Al-Qur’an di Solo
Penulis: Nur Hidayat Muhammad
Penerbit: Muara Progresif Surabaya
Cetakan: I, Januari 2013
Tebal: xiv+184 hlm; 14,5 x 21 cm
ISBN: 978-979-1353-33-5
Peresensi: Junaidi *)

Mengutarakan sebuah gagasan, fatwa, klaim, dan berbagai keputusan tentang suatu hukum, baik yang menyangkut hal-hal yang baik, buruk, halal, haram, taat, kafir, dan lain semacamnya harus berdasarkan pada dalil-dalil, referensi, literatur, dan berbagai rujukan yang secara ilmiah diakui kebenarannya. Jika hanya berdasarkan pada pendapat pribadi, maka jelas kurang bisa dibenarkan bahkan ditolak.

Namun, jika ada dasar-dasar yang kuat dan akurat demi kepentingan hidup bersama, maka sebuah gagasan, atau fatwa bisa diterima dan boleh diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Itupun masih dalam lingkup terbatas bagi mereka yang ingin mengikutinya tanpa ada paksaan apapun.

Di dalam agama Islam beda pendapat tentang suatu hukum di antara kalangan ulama boleh-boleh saja. Dan itu ada yang mengatakan sebagai rahmat, karena dengan perbedaan tersebut kita bisa lebih mudah tapi benar dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Namun sejauh manapun ulama dalam Islam beda pendapat itu, mereka memiliki sumber dan dalil-dalil yang kuat dan akurat sehingga bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya di depan publik.

Misalkan dalam buku ini beberapa fatwa yang dilontarkan oleh ketua Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Solo yang selalu mengatakan bahwa amaliah warga Nahdliyyin sesat. Berbagai amalan warga Nahdliyyin dianggap bid’ah. Bahkan apa yang diharamkan oleh Islam sebelumnya, mereka menghalalkan lalu mengharamkan lagi. Misalkan anjing, mereka menganggap halal karena di dalam Al-Quran dan Al-Hadits tidak ada dalil yang mengharamkannya. Namun selang beberapa waktu setelah mendapat kritikan, mereka tidak pernah demikian, padahal sudah ada banyak bukti yang nyata tentang fatwa tersebut (Hal. 67-70).

Dari sinilah tidak ada kejelasan. Berbagai klaim, fatwa, dan pendapat ketua MTA di Solo, ustadz Ahmad Sukina, dianggap telah melenceng dan bertolak belakang dengan berbagai amalan-amalan warga Nahdliyyin yang secara jelas sudah ada dasar dan patokan hukumnya. Buku ini akan mengupas dan meluruskan klaim, fatwa, dan pendapat MTA yang tidak dibarengi dengan dalil-dalil yang kuat dan akurat mengenai tindakan dan amalan warga Nahdliyyin.

Majelis Tafsir Al-Qur’an di Solo dengan terang-terangan memberikan suatu keputusan dan penafsiran tentang suatu hadits yang tidak didasarkan pada beberapa rujukan yang benar. Sehingga mereka dianggap membabi-buta dalam mengulas suatu hukum. Seperti amalan yang dilakukan oleh mayoritas warga Nahdliyyin, yaitu tentang shalat witir, tarawih, istisqa’, tahajjud, hajat, dan tentang pembolehan berzakat kepada non-Islam hingga tentang waktu wukuf di ‘Arafah (Hal. 135-171).

Juga disebutkan bahwa ketua MTA itu tidak memiliki dasar-dasar tentang tatacara membaca kitab turats (kitab kuning berbahasa arab yang tanpa makna dan harakat) yang secara umum dijadikan rujukan oleh para ilmuan dan ulama-ulama Islam dalam menetapkan hukum Islam. Selain itu pula, jika pimpinan MTA diajak berdialog enggan menyetujui dan mengelak dengan berbagai alasan. Lalu mengapa sebagian orang berani mengikutinya? Hal ini juga akan dibahas di dalam buku ini.

Jika mereka memang merasa benar dengan pendapatnya, setidaknya mereka mau untuk mempertanggungjawabkan dan menjelaskannya secara ilmiah di depan publik. Tapi kenyataannya mereka selalu menghindar jika diajak untuk berdialog untuk mencari titik temu pemahamannya tentang kebenaran dalil-dalilnya. Dari sinilah sudah jelas bahwa pemahaman yang mereka lontarkan adalah kurang valid dan tidak ada dalil yang jelas sehingga mereka selalu menolak ketika diajak berdialog secara ilmiah berdasarkan dalil-dalil yang kuat dan akurat.

Maka dari itulah, kita harus berhati-hati dalam mengikuti sebuah ajaran agar tidak masuk dalam jurang kesesatan. Dengan hadirnya buku ini diharapkan warga Nahdliyyin tidak resah dengan berbagai fatwa yang tidak ada sumber dan rujukannya yang jelas, termasuk klaim dan doktrin MTA di Solo yang tanpa dasar dan dalil yang cukup kuat bahkan tidak ada dalil yang kongkrit tentang pemahaman ajarannya. Begitu pula sebagai bahan perbandingan bagi pengikut MTA agar memahami dengan benar terhadap Al-Quran Al-Hadits, dan beberapa li-teratur ilmiah lainnya.

*) Peresensi adalah Ketua Bidang Keilmuan Ikatan Mahasiswa Sumenep (IKMAS) di Surabaya

Rabu, 06 Maret 2013

AULA Maret 2013


Bersih-Bersih NU dengan Ahlul Halli Wal Aqdi

Saat Konferensi Wilayah NU Jawa Timur mendatang akan menggunakan konsep Ahlul Halli Wal Aqdi atau sistem perwakilan. Dengan demikian pemilihan rais dan ketua tidak akan menggunakan pilihan langsung. Bila berhasil, dimungkinkan model ini menjadi pilihan saat muktamar kelak.

Ajang konferensi dalam rangka menata dan rencana kinerja Nahdlatul Ulama Jawa Timur sekaligus suksesi kepemimpinan akan segera digelar. Namun ada nuansa berbeda dari tradisi lima tahunan ini, yakni digunakannya metode Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) untuk menentukan jabatan rais dan ketua.
Dengan demikian, disamping skala prioritas dari amanat peserta konferensi kepada kepengurusan terbaru, pola suksesi dengan pendekatan Ahwal akan sangat menyita perhatian. Karena ini model baru dan belum pernah digunakan sebelumnya.
NU Jawa Timur memang seperti diakui banyak kalangan sebagai barometer NU tanah air. Dari sinilah banyak ide segar dan penuh inovasi dibahas, didiskusikan dengan sangat intensif serta pada gilirannya mendapatkan sambutan dari NU di Indonesia. “Ibarat Makkah, maka NU Jawa Timur adalah kiblat bagi NU di seluruh tanah air,” kata almarhum KH Endin Fachruddin Masthura suatu ketika.

Bersih Diri dengan Ahwa
Boleh jadi itu adalah klaim dan membanggakan. Namun pada saat yang sama, adalah sebuah tantangan untuk benar-benar menjadi pioner bagi kebaikan dan percontohan jam’iyah ini. Ahwal didedikasikan untuk tampil dan terpilihnya sosok pemimpin yang lebih bersih. Karena imbas dari demokrasi yang dianut negeri ini mensyaratkan proses pemilihan secara langsung. Dan “ongkos” yang harus dikeluarkan bagi calon pemimpin ternyata lumayan besar dan tinggi.
Dan ternyata, pemilihan langsung juga berimbas kepada pesta demokrasi di NU. Dalam ajang konferensi di beberapa PC maupun PWNU, ternyata sering terdengar adanya permainan uang atau riswah. Karena itu untuk konferensi mendatang pemilihan rais dan ketua tidak dilakukan secara langsung, namun dengan mendelegasikan kepada sejumlah orang pilihan. Konsep ini dikenal dengan Ahwal.
Mengapa harus Ahwa? Salah seorang konseptor Ahwa, H Abdul Wahid Asa menandaskan bahwa imbas pesta demokrasi yang mensyaratkan pemilihan calon pemimpin dengan pilihan langsung ternyata membawa “penyakit” yang lumayan akut. “Setiap proses pemilihan calon pemimpin harus disertai dengan uang,” katanya kepada Aula.
Wakil Ketua PWNU Jatim ini merasa “ongkos” yang harus dibayar dalam rangka  mensukseskan pesta demokrasi sangatlah mahal. “Mau jadi kepala desa saja harus membayar ratusan juta,” katanya geleng-geleng kepala. “Apalagi pilihan bupati, gubernur, calon anggota legislatif, pasti tidak ada yang gratis,” lanjutnya.
Dan celakanya, budaya penggunaan uang atau suap ini terjadi juga di NU. Riswah atau money politics itu juga sebagian terjadi pada konferensi di tingkat kabupaten maupun kota. Sehingga hanya orang-orang yang memiliki uang saja yang bisa menjadi pemimpin. “Mereka yang jujur, lurus, dan amanah tidak akan bisa menjadi pemimpin,” kata salah seorang Rais PBNU, KH A Hasyim Muzadi suatu ketika.
Melihat gejala tidak sehat ini, PWNU Jawa Timur ingin mengawali untuk bersih-bersih dari dirinya sendiri. “Kita tidak mungkin menyuruh orang lain bersih kalau tidak dari diri sendiri,” kata Pak Wahid, sapaan akrab H Abdul Wahid Asa.
Apakah hal ini tidak bertentangan dengan mekanisme dan aturan di NU? Pak Wahid dengan sigap menandaskan bahwa penggunaan perwakilan atau Ahwa tidak bertentangan dengan aturan. Bahkan kalau diteliti, model pemilihan di NU adalah dengan pemilihan langsung dan musyawarah. “Kalimat musyawarah ini kita formulasikan dengan Ahwa,” tandasnya.
Dengan Ahwa, maka akan kecil kemungkinan akan terjadi riswah. “Ini juga sebagai wahana untuk memperkenalkan mekanisme pemilihan pucuk pimpinan yang dibenarkan dalam aturan organisasi,” lanjutnya.
Kendati demikian, bukan berarti sistem ini akan meniadakan sama sekali unsur riswah. Rais PCNU Jombang, KH Abd Nashir Fattah menandaskan bahwa tidak ada jaminan bahwa Ahwal akan sepi dari unsur riswah. “Karena masih ada kemungkinan orang-orang yang menjadi anggota ahlul halli wal aqdi tidak bebas dari riswah,” terang kiai yang juga Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ini.
Bahkan sejak awal PCNU Jombang mewacanakan mekanisme Ahwa. “PCNU Jombang sudah mengusulkan hal tersebut sejak konferwil yang lalu dan menjelang Muktamar Makassar, tetapi masih belum mendapat tanggapan yang baik,” tandasnya. 
Namun dibandingkan dengan pemungutan suara, saat ini Ahwa lebih bisa menghindari praktik riswah. Mekanisme ini bisa dipilih dengan pertimbangan akhaffu dlarurain atau memilih yang lebih ringan keburukannya.
Hal senada juga disampaikan Ketua PCNU Sumenep, H Pandji Taufik. “Formula Ahwa bukan terapi cespleng bagi upaya membersihkan diri dari money politics,” katanya. Namun Pak Panji menandaskan bahwa setidaknya dengan Ahwa, kemungkinan akan adanya unsur politik uang dapat diminimalisir.
Akan tetapi cara ini mendapat koreksi dari salah seorang Ketua PBNU, Slamet Effendy Yusuf. “NU itu organisasi yang memiliki aturan,” katanya. Ketua Umum PP GP Ansor dua periode ini menandaskan bahwa metode Ahwa tidak dibenarkan dalam AD/ART NU. “Kembalikan semua kepada aturan main,” tandasnya. Kalau memang ingin mengubah aturan pemilihan pucuk pimpinan, maka hendaknya dibahas dan diperjuangkan di forum tertinggi organisasi, yakni muktamar.
Terlepas dari itu semua, para pendahulu telah menggunakan Ahwa sebagai media untuk memilih calon pemimpin. Saat Muktamar di Situbondo, terpilihnya duet KH Ahmad Shiddiq dan KH Abdurrahman Wahid adalah hasil implementasi Ahwa.
Namun Slamet Effendy Yusuf segera menimpali bahwa penggunaan Ahwa untuk Muktamar Situbondo karena memang dikehendaki muktamirin. “Pada saat pemandangan umum dari pengurus wilayah dan kiai berpengaruh, mayoritas menghendaki Ahlul Halli Wal Aqdi,” terangnya. “Sehingga saat itu juga diputuskan untuk menggunakan model Ahlul Halli Wal Aqdi untuk penentuan rais dan ketua umum,” sergahnya.
Bisa jadi, imbas demokrasi langsung yang dianut bangsa ini akhirnya memaksa banyak para pemimpin untuk berburu suara rakyat dengan riswah. Namun diharapkan, “penyakit” ini tidak sampai menggerogoti para aktifis jam’iyah. Mereka harus terus dikawal dengan sistem dan mekanisme yang memaksanya untuk menjadi orang bersih.
Tugas NU adalah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Dan itu adalah tugas mulia.  Karena pekerjaan atau tugas mulia, hanya orang bersih saja yang bisa memerankan amanah itu dengan baik. Dan NU sudah sepatutnya menjadi bagian dari kalangan yang bersih. Bisakah formula Ahwa dijadikan solusi bagi upaya bersih-bersih ini? Kita saksikan saat Konferwil NU Jawa Timur mendatang. (saifullah)


Jumat, 01 Maret 2013

Sembilan Karya Monumental Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari


KH Hasyim Asyari dikenal tidak semata sebagai pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama. Lebih dari itu, Rais Akbar PBNU ini juga memiliki beberapa kitab yang tersimpan dengan rapi dan telah dikodifikasi secara apik khususnya oleh sang cucu, alm KH Ishom Hadzik.

Di antara karya pendiri Pesantren Tebuireng Jombang ini adalah sebagai berikut. Namun demikian masih ada beberapa kitab lagi yang belum sempat terpublikasi. Dalam waktu yang tidak lama, semoga akan banyak para pegiat manuskrip atau juga para kerabat dan peneliti yang berkenan menggali dan menerbitkan karya beliau.

1. At-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’at al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Kitab ini selesai ditulis pada Senin, 20 Syawal 1260 H dan diterbitkan oleh Muktabah al-Turats al-Islami, Pesantren Tebuireng. Berisikan pentingnya membangun persaudaraan di tengah perbedaan serta bahaya memutus tali persaudaraan.

2. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Dari kitab ini para pembaca akan mendapat gambaran bagaimana pemikiran dasar beliau tentang NU. Di dalamnya terdapat ayat dan hadits serta pesan penting yang menjadi landasan awal pendirian jam’iyah NU. Boleh dikata, kitab ini menjadi “bacaan wajib” bagi para pegiat NU.

3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah. Mengikuti manhaj para imam empat yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal tentunya memiliki makna khusus. Mengapa akhirnya mengikuti jejak pendapat imam empat tersebut? Temukan jawabannya di kitab ini.

4. Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya Hamka harus menterjemah kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji Masyarakat edisi 15 Agustus 1959.

5. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Hidup ini tak akan lepas dari rintangan dan tantangan. Hanya pribadi yang tangguh serta memiliki sosok yang kukuh dalam memegang prinsiplah yang akan lulus sebagai pememang. Kitab ini berisikan 40 hadits pilihan yang seharusnya menjadi pedoman bagi warga NU.

6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin. Biografi dan akhlak baginda Nabi Muhammad SAW ada di kitab ini. Kiai Hasyim juga menyarankan agar umat Islam senantiasa mencintai baginda nabi dengan mengirimkan shalawat dan tentu saja mengikuti ajarannya.

7. Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yushna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Merupakan kitab yang menyajikan beberapa hal yang harus diperhatikan saat memperingati maulidur rasul.

8. Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati Ta’limihi. Kitab ini merupakan resume dari kitab Adab al-Mu’allim karya Syaikh Muhamad bin Sahnun, Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqat al-Ta’allum  karya Syaikh Burhanuddin al-Zarnuji dan Tadzkirat al-Syaml wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya Syaikh Ibnu Jamaah.

9. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadits al-Mauta wa Syuruth al-Sa’ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Kitab ini seakan menemukan relevansinya khususnya pada perkembangan mutaakhir lantaran mampu memberikan penegasan antara sunnah dan bid’ah. Kondisi akhir jaman dengan problematikan yang mengi-ringinya juga disampaikan oleh hadratus syaikh.

Setidaknya ada 14 karya dari Kiai Hasyim yang sudah diterbitkan. Namun demikian masih ada beberapa manuskrip lagi yang belum diterbitkan. Ini mengindikasikan bahwa beliau adalah kiai produktif dan memiliki kedalaman ilmu.  s@if

Senin, 11 Februari 2013

MEMBANGUN MILITANSI KADER IPNU- IPPNU MELALUI LAKMUD


Temanggung, AULA
Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kec. Tembarak mengadakan LAKMUD X (Latihan Kader Muda X), bertempat di MI Nurul Ummah Tawangsari, Tembarak, Temanggung. Kegiatan ini merupakan program kerja Departemen Kaderisasi Bidang Pengkaderan PAC IPNU-IPPNU Kec. Tembarak periode 2012-2014. LAKMUD X PAC IPNU-IPPNU Kec. Tembarak ini diikuti oleh 55 peserta yang terdiri dari pimpinan ranting IPNU-IPPNU se-Kecamatan Tembarak dan tiga pimpinan komisariat yang ada di kecamatan Tembarak serta diikuti oleh Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kec. Kaloran. Dan sekitar 40 panitia pelaksana dari pengurus PAC IPNU-IPPNU Kec. Tembarak dan panitia lokal.
Dengan mengusung tema “Militansi kader IPNU-IPPNU dalam Tantangan Era Globalisasi”. Tema tersebut diambil dari latar belakang kondisi kader IPNU-IPPNU di wilayah tembarak yang kurang mempunyai greget dan semangat untuk aktif dalam kegiatan IPNU-IPPNU. Melalui kegiatan pengkaderan LAKMUD X inilah diharapkan kader IPNU-IPPNU di wilayah Tembarak mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi dalam berorganisasi, serta bisa mampu mencintai organisasi IPNU-IPPNU. Peserta diharapkan mampu menerapkan kaidah dan nilai-nilai NU.
Kegiatan LAKMUD ini berlangsung selama tiga hari, mulai hari ahad (23/12) sampai selasa (25/12). Acara LAKMUD X ini dibuka oleh Bp. Adi Supanggyo selaku Camat Tembarak yang ditandai dengan penyematan tanda peserta oleh Rekan Agus Nugroho dan rekanita Cintya Bella Larasati. Dalam sambutannya beliau menyampaikan kondisi remaja di daerah Tembarak ini, pola dan gaya hidup remaja yang sudah terdifferensi dengan budaya kebaratan serta kagetnya para remaja dengan perkembangan informasi dan teknologi yang masih banyak dimanfaatkan untuk hal-hal yang negatif. Maka dengan adanya kegiatan LAKMUD ini sangat mendukung aktivitas para remaja dan pelajar NU untuk mengisi kegiatan liburan ini dengan hal-hal yang positif. Beliau juga menyampaikan agar pengkaderan ini bisa menciptakan kader-kader NU yang militan sesuai dengan tema kegiatan ini dan jangan sampai kader-kader NU bisa masuk ke organisasi lain.
Konsep acara dari kegiatan LAKMUD X ini adalah Season (Pemateri, sharing, sudut pandang, lobi-lobi), penekanan kedisiplinan, out bond dan  kegiatan pendukung.
Kegiatan LAKMUD ini terdiri dari lima materi yakni Aswaja (Ke-NU-an), Ke-IPNU-IPPNU-an, keorganisasian, Psychology Remaja dan Pemanfaatan Penggunaan IT.
Narasumber dari lima materi tersebut merupakan Alumni IPNU-IPPNU Anak Cabang Tembarak yang berkompeten dalam bidangnya.
Selain kelima materi tersebut juga ada beberapa metode kegiatan seperti teknik lobi dan wawancara, problem solving, diskusi dan debat.
Dalam acara ini peserta juga dilatih kedisiplinan agar peserta mampu belajar mengatur waktu dengan baik. Selain itu juga ditambah dengan pelatihan baris-berbaris untuk mendukung pelatihan kedisiplinan tersebut.
Di malam terakhir dari kegiatan LAKMUD X ini peserta dibaiat sebagai Kader IPNU-IPPNU dengan ditandai penandatanganan sumpah baiat peserta di atas kain putih sebagai tanda kesanggupan peserta dalam bertanggung jawab sebagai kader IPNU-IPPNU.
Dihari terakhir kegiatan LAKMUD X ini diadakan outbond sebagai refresh bagi peserta yang selama dua hari digembleng dan dibubuhi dengan materi. Out bond bukanlah hanya sebagai sarana penghilang kejenuhan bagi peserta, tetapi dari out bond ini ada full up yang bisa diambil, diantaranya untuk melatih rasa persatuan, kebersamaan, kerjasama dan problem solving (pemecahan  masalah). Mutaqien selaku ketua Panitia LAKMUD X menyatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan tidak hanya untuk mengenalkan dan mendoktrin mereka tentang NU dan Ke-IPNU-IPPNU-an tetapi juga diharapkan mereka agar terlebih dahulu bisa untuk mencintai NU dan IPNU-IPPNU.
“Kalau mereka sudah cinta dengan NU dan IPNU-IPPNU mereka pasti ingin lebih dalam untuk mempelajari dan memahami tentang NU” tuturnya disela-sela kegiatan.
Acara LAKMUD ini tidak hanya berhenti disini, namun dari acara ini dibentuk “Forum Ikatan Alumni LAKMUD X” sebagai wadah alumni peserta LAKMUD X untuk mengadakan kegiatan lanjutan yang dibimbing dan dipantau langsung oleh PAC IPNU-IPPNU Kec.Tembarak dan terpilih sebagai ketua forum ini Andika Wahyu dari Pimpinan Ranting Menggoro. Dari forum inilah mereka akan dibimbing lebih dalam tentang kaidah, nilai dan ajaran-ajaran tentang NU. Melalui kegiatan bulanan mereka akan mengadakan kajian-kajian rutinitas dan tetap melestarikan dan mengamalkan budaya dan amalan-amalan warga Nahdliyin.
“Kegiatan LAKMUD ini merupakan kegiatan pengkaderan sebagai sarana dalam berorganisasi dalam proses regenerasi kader IPNU-IPPNU dan peserta LAKMUD ini merupakan bakal calon pemimpin dan pengurus PAC IPNU-IPPNU dimasa yang akan datang karena IPNU-IPPNU di masa yang akan datang berada ditangan peserta LAKMUD X ini“ tegas Khomsatun (Ketua Umum PAC IPPNU Kec. Tembarak) yang disampaikan di saat upacara penutupan LAKMUD X.
Kontributor: PAC IPNU-IPPNU Kec. Tembarak, Temanggung

Sabtu, 09 Februari 2013

Ansor Pringsewu Peringati Maulid Nabi


Pringsewu, AULA
Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Pringsewu mengadakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awwal 1434 H yang digelar di lantai dasar gedung NU Pringsewu berlangsung meriah penuh hikmah. Puluhan grup hadroh se Pringsewu menabuh rebana dan mengalunkan syair-syair sholawat pujian dan doa kepada sang pemimpin ummat dan pemberi syafaat Nabi Muhammad SAW. Di mulai pembacaan Burdah sekitar pukul 19.00 wib oleh santri dan remaja yang tergabung dalam REPSHOL FORSILASPA (Remaja Pecinta Sholawat Forum Silaturahmi Anak Sholeh Pagelaran) menyambut para hadirin yang berangsur-berangsur memadati majelis sederhana beralaskan karpet hijau.
Sekitar 500 orang yang hadir malam itu dengan seksama mengikuti rangkaian acara yang dipandu oleh H. Rosyad selaku pembawa acara. Setelah membaca surah fatihah menandai dimulainya acara dilanjutkan pembacaan maulid simtutduror yang diimami oleh Habib Usman bin Salim Aljufri dengan didampingi para kiai dan ustadz.
Hadir pada acara tersebut Mustasyar NU Kabupaten Pringsewu sekaligus bupati, KH Sujadi Saddat, beserta ibu juga jajaran pengurus cabang banom dan lajnah NU serta beberapa camat dan anggota DPRD Kabupaten Pringsewu. Dalam sambutannya, Bupati mengharapkan agar generasi Ansor terutama para pemuda NU dapat berkiprah aktif sehingga di masa depan menjadi penerus kepemimpinan baik di lingkungan NU sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Sementara KH Sobri Dinal Mustofa dalam taushiyahnya berpesan bahwa apabila NU besar, maka yang dibutuhkan adalah keikhlasan dalam berkhidmat pada tiap program dan pelayanan kepada ummat. "Karena menurut dawuh al maghfurlah KH Abrori Akwan barangsiapa yang ikhlas hidmah di NU Insya Allah dikaruniai dzurriyah yang sholeh, mulia kehidupannya, serta diwafatkan oleh Allah dengan Khusnul khotimah.
Di penghujung acara, sahabat Ansor dan fatayat bersama panitia lainnya telah menyiapkan hidangan malam sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Uniknya panitia tidak menyajikan dalam bentuk prasmanan ataupun nasi kotak namun dengan baki besar yang siap santap yang tiap bakinya dapat dinikmati oleh 3-5 orang sekaligus. Ini bermakna bahwa kebersamaan dan persatuan ummat dapat terjalin melalui majlis sholawat dan sejenisnya dimana semua yang hadir baik pejabat ataupun rakyat berbaur, satu majlis yang sama-sama duduk lesehan sama rendah dan menikmati hidangan sama lauk satu baki.
Kontributor: PC LTN NU Kabupaten Pringsewu, Lampung

Konferensi Ranting Darungan


Jember, AULA
Pengurus Ranting NU Darungan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember punya gawe besar agenda 5 tahunan yaitu Konferensi Ranting NU Darungan pada hari Ahad, 8 Rabiul Awal 1434 H / 20 Januari 2013 M. Bertempat di Masjid Darussalam Krajan Darungan. Pada acara ini dihadiri oleh 100 orang dari jajaran Anak Ranting dan anggota Ranting NU Darungan yang merupakan pengurus Ta’mir Masjid se-desa Darungan.
Dalam pengarahannya, Drs H Sanuri, M Si, (Ketua MWC NU Tanggul) menyampaikan bahwa dirinya berharap siapapun yang terpilih, harus mempunyai komitmen dan konsisten mengelola Jam’iyah, serta melanjutkan kegiatan dan program yang yang telah terlaksana selama ini.
Dalam beberapa waktu berikutnya, akhirnya konferensi berhasil memilih H Ach Taufiq sebagai Rais Syuriah dan Ust Abu Hasan Toyyib sebagai Ketua Tanfidziah. Duet kepemimpinan Ranting NU Darungan itu akan menjalankan tugas pada masa bakti 2013-2018 yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata untuk NU. Setelah pemilihan acara pun dilanjutkan dengan taushiyah oleh Habib Hadi bin Umar Assery (Wakil Rais MWC NU Tanggul), sekaligus menutup jalannya acara tersebut.
Kontributor: Syaifudin Zuhri

Temu Kangen Alumni FAI


Lamongan, AULA
Alumni Fakultas Agama Islam (FAI) jurusan Tarbiyah Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan angkatan 2004 mengadakan acara temu kangen setelah sekilan lama tidak bersua di Hall  Lombok Ijo Deket, lamongan, Sabtu (1/1).
Berawal dari perjumpaan di dunia maya fasilitas facebook dan twiter beberapa alumni FAI berusaha mencari sekian banyak teman-teman mereka untuk diajak tukar informasi dan aktivitas selama ini. Entah atas inisiatif siapa akhirnya disepakati untuk berkumpul di Hall RM Lombok Ijo Kecamatan Deket dengan mengajak semua alumni untuk berkumpul. “Tempat ini sengaja dipilih untuk memudahkan jangkauan teman-teman karena letaknya yang sentral dan tak jauh dari jangkauan para alumni yang berasal dari Gresik maupun Surabaya”. Tutur Midkhol Huda yang selama kuliah aktif di Senat Mahasiswa.
Acara pun berlangsung dengan dibentuknya beberapa sesi untuk mengatur jalannya acara. Dalam sesi tanya jawab disepakati untuk membuat kepengurusan untuk memudahkan akses teman-teman yang berhasrat menginformasikan segala macam aktifitas dan yang bermanfaat kepada teman-teman dan sebaliknya. Selain itu juga disepakati pula untuk membuat Blok atau website sebagai media/wadah menampung segala informasi yang mungkin dibutuhkan oleh teman-teman FAI Tarbiyah UNISDA Lamongan baik dari angkatan 2004 maupun tahun sesudahnya atau sebelumnya.
Acara pun ditutup dengan prasmanan “mewah” dari pihak panitia lokal yang dikomandani Ali fauzi. Kemudian dilanjutkan dengan doa bersama dengan H Mustain alumni yang semenjak kuliah sudah menjadi bagian dari keluarga besar Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lamongan.
Kontributor: Panitia

MINU Kenalkan Budaya dengan Berwisata


Bojonegoro, AULA
Demi mengenalkan budaya lokal kepada anak didiknya, Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU) Unggulan Wali Songo Sumberrejo, Bojonegoro menyambut liburan semester kali ini dengan kegiatan yang berorientasi untuk menghibur dan mendidik. Kegiatan ini disentrakan pada dau lokasi, yang pertama di Taman Wisata Khayangan Api yang terletak di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem Bojonegoro. Yang kedua di Petilasan Angling Dharma Kecamatan Kalitidu.
Kegiatan fun dan education bagi anak didik ini dikemas dengan bentuk outbond yang tujuannya untuk membina karakter-karakter yang terpendam pada anak didik MINU. Hal ini sangat penting mengingat dengan membaurnya anak didik dalam kegiatan ini menjadikan mereka lebih menghormati dan meneladani satu sama lain. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada anak-anak didik yang memilki kemampuan atau bakat kepemimpinan agar lebih terasah jiwa kepemimpinannya.
“Kami berusaha memunculkan karakter-karakter terpendam mereka melalui kegiatan ini supaya anak didik MINU nantinya terbiasa berkumpul dengan beragam sifat dan karakter sehingga mampu mengerti antara satu dengan yang lain. Dan hal ini akan berdampak pula pada pembentukan ahlakhul karimah ketika sudah lulus dari madrasah ini” ujarnya dengan penuh semangat.
Kegiatan ini kemudian diakhiri pada Pukul 14.40 WIB dengan Shalat Dhuhur dan Ashar berjamaah dengan seluruh anak didik sebagai makmum di Masjid Islamic Center Kota Bojonegoro.
Kontributor: Panitia

MWC NU Sosialisasikan Kartanu


Surabaya, AULA
Pengurus Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Gayungan menjadikan tahun baru Islam 1434 Hijriyah sebagai momentum muhasabah intrspeksi untuk mengadakan perbaikan. Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan keislaman dan sosialisasi pelaksanaan Kartu Anggota NU (Kartanu) di Surabaya, khususnya di Kecamatan Gayungan.
Kegiatan ini diadakan pada tanggal 30 Nopember 2012 di Ketintang Barat Gg III Surabaya dan dihadiri kurang lebih 350 warga NU. Acara peringatan Tahun Baru Islam 1434 Hijriyah ini pun sangat meriah karena selain pengajian pada kesempatan ini juga diisi dengan kegiatan santunan pada anak yatim piatu sebanyak 57 anak berupa uang saku, bingkisan dan lain-lain. Yang berasal dari para donator dan uang kas MWC NU Gayungan.
Menurut H Sulaiman Sulaimi, acara ini juga digunakan sosialisasi pelaksanaan program kartu anggota NU (Kartanu) untuk penguatan kelembagaan NU dan pemberian identitas Islam Ahlus Sunnah Waljamaah. Pemberian kartu anggota NU (Kartanu) tersebut tidak ada hubungannya dengann Pilgub, Pilwali (tida ada urusan politik) murni untuk penguatan lembaga NU dan pendataan warga NU. Kita tidak hanya bangga dengan jumlah, tapi harus ditunjukkan dengan fakta dan data warga NU lewat Kartanu.
Pada acara inti hadir sebagai penyiram rohani, dua penceramah sekaligus yakni Gus Arya Ali Masyhuri dan Prof DR Hj Istibsaroh. Acara yang terselenggara atas kerjasama antara MWC NU Gayungan, Ranting NU Ketintang dan Muslimat NU Ranting Gayungan ini pun semakin meriah dengan hadirnya penampilan hadrah dari Ranting NU Kec Gayungan.
Kontributor: Sulaiman Sulaimi

Silaturrahmi Antar Guru Pengajar Al-Quran

Sidoarjo, AULA
Dalam rangka untuk meningkatkan kebersamaan dan mempererat tali silaturrahmi. Tiga ratusan guru al-Qur’an menggelar khotmil Qur’an dan doa bersama di Masjid Baiturrohim, Desa Sidokepung Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Minggu (13/1).
Menurut Ketua Pusat BMQ At-Tartil Sidoarjo Jatim, KH Muhammad Syafi’i M, Ag, kegiatan tersebut merupakan acara rutinan para guru al-Qur’an yang biasa digelar setiap tiga bulan sekali. Selain untuk memperkokoh kebersamaan di antara sesama guru al-Qur’an, kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui perkembangan para guru al-Qur’an setelah mengikuti pelatihan cara membaca sekaligus mengajarkannya dengan melalui membaca al-Qur’an secara bergiliran.
Sementara itu, kegiatan Temu Guru al-Qur’an (TEGURAN) ini juga dihadiri para guru al-Qur’an dari Sidoarjo dan  wilayah sekitarnya. Sebagai penutup dalam acara tersebut dipanjatkan doa bersama oleh beberapa kiai yang dituakan. Tak berselang lama, mayoritas guru pun menangis terseduh sembari meneteskan air matanya.  Mungkin mereka sadar akan kekurangannya selaku pendidik tentang tuntunan pedoman hidup (al-Qur’an) yang tentu akan dimintai pertanggung-jawabannya di akhirat kelak.
Kontributor: Panitia