Minggu, 25 April 2010

Saudagar dari Masjid


Hadji Kalla

Ia adalah sosok berpengaruh di Sulawesi Selatan. Dermawan, mencintai masjid, dan menjadi bendahara NU Sulsel hingga akhir hayatnya. Hadji Kalla, demikian masyarakat mengenal sosok ini.

SUATU ketika, ia sengaja menaruh beberapa lembar uang di sela-sela tumpukan kain yang akan dijual. Kain itulah yang akan dipasarkan oleh para karyawannya. Ini dilakukannya berkali-kali. Hadji Kalla tinggal menunggu apakah ada laporan tentang uang-uang tersebut. Jika ada, berarti karyawannya lolos seleksi kejujuran, begitu pula sebaliknya. Tes kejujuran inilah yang menjadi seleksi awal bagi karyawan untuk ikut bekerja bersama Hadji Kalla. Baginya, kejujuran merupakan tiang pancang keberhasilan.

Hadji Kalla adalah pendiri PT. Hadji Kalla. Ia lahir pada 1920. Perjuangannya dimulai dari nol dan dari tempat tinggalnya sendiri, kampung Nipa Kabupaten Bone. Meski sudah yatim semenjak usia 3 tahun, ia pantang berputus asa. Segala macam usaha ia lakoni, hingga pada usia 15 tahun ia telah memiliki kios sendiri di Pasar Bajoe, enam kilometer sebelah Timur Ibukota Kabupaten Watampone. Meski memiliki kios sendiri, Hadji Kalla tak gengsi keliling menjajakan dagangannya. Dengan menggunakan kampilo (keranjang besar dari anyaman daun kelapa), ia menyusuri kecamatan-kecamatan di Bone. Dari keuletannya, Hadji Kalla gigih menabung hingga pada pertengahan 1930-an ia berhasil menunaikan ibadah haji. Jadilah ia haji remaja.

Terinspirasi dari tampilan toko tekstil di Makkah dan Madinah yang menarik, Hadji Kalla merombak penampilan kiosnya agar mempesona. Ia memajang kain dengan pola artistik, menguraikannya dari gulungan, dan memajangnya dengan menarik. Berhasil. Perniagaannya mulai berkembang pesat.

Kedua keberhasilan itu, berniaga dan berhaji, belumlah lengkap. Pengusaha remaja itu ingin berumah tangga. Pilihannya jatuh pada Athirah, anak kepala kampung Bukaka. Gadis cantik itu baru berusia 13 tahun saat menikah dengan Hadji Kalla yang berumur 17 tahun. Kelak, duet suami istri inilah yang membawa NV. Hadji Kalla, perusahaan keluarga itu, pada perkembangan yang luar biasa.

Merasa membutuhkan ruang gerak yang leluasa, Hadji Kalla memutuskan membuka beberapa toko di Jl. Wajo Watampone. Selain tetap berniaga tekstil, ia membuka toko pakaian jadi dan toko kelontong. Bisa dibilang, tokonya merupakan yang terbesar di kabupaten Bone. Insting bisnisnya yang tajam menuntun Hadji Kalla untuk kembali membuka toko di kawasan perniagaan Makassar. Kali ini, ia menjalankan roda perdagangan hasil bumi, sambil tetap mengontrol beberapa tokonya di Bone.

Di kota inilah, Hadji Kalla memperluas kegiatan niaganya dengan membikin payung usaha bernama NV Hadji Kalla. NV adalah singkatan dari istilah Belanda Namlozee Venonschap yang artinya Perseroaan Terbatas (PT). Sebagaimana perahu phinisi, kali ini Hadji Kalla mengembangkan layarnya untuk mengarungi samudera perniagaan yang lebih luas. Ya, selain membuka toko, Hadji Kalla juga menekuni bisnis konstruksi, lalu meningkatkan jangkauannya dengan menggarap usaha transportasi yang bergerak di ekspedisi darat dan angkutan penumpang. Usaha ini dumulai pada 1960. Labelnya angkutannya “Cahaya Bone”. Sebagai pengusaha yang saleh, Hadji Kalla mewajibkan semua pengemudi truk maupun bus miliknya untuk singgah di masjid tatkala waktu shalat tiba.

Sederhana dan Dermawan

Suatu ketika, Alwi Hamu, pemimpin grup Harian Fajar, berada di kantor PT Hadji Kalla. Ia menyaksikan bos yang tak suka ruangan ber-AC tersebut mem-berikan sumbangan pembangunan masjid. Dia menduga, paling-paling sumbangan yang diberikan hanya Rp 5 juta. Ternyata sumbangan yang diberikan Hadji Kalla Rp 50 juta. Jumlah yang luar biasa besar pada tahun 1970-an. “Kenapa banyak sekali, Puang Haji?” tanya Alwi. “Tidak tahulah kenapa hati-ku menyuruh memberikan sebanyak itu. Mungkin itu memang rezekinya yang dititipkan kepada saya,” jawab Hadji Kalla kalem.

Begitu cintanya pada masjid, Hadji Kalla rela membobol tembok rumahnya agar tersambung pada Masjid raya Makassar. Sepanjang hidupnya, ia menjadi bendahara Masjid Raya Makassar. Pada masa kepengurusan itu, terbentuk Yayasan Masjid Raya, yang salah satu kegiatannya melakukan pengkaderan ulama dengan merekrut alumni IAIN. Mereka diberi fasilitas seperti tempat menginap di belakang rumah Haji Kalla. Salah satunya adalah KH. Sanusi Baco, ulama kharismatik asal Makassar. Menurut Gurutta Sanusi, Hadji Kalla sering menjadi imam di masjid itu, tentunya dengan mengajak para karyawan perusahaannya. Hadji Kalla memang mengundang Gurutta Sanusi, yang pada saat itu baru saja pulang dari Kairo, Mesir, untuk tinggal di Masjid Raya. Dia juga diberi kepercayaan memimpin Masjid Raya. Tidak cuma itu, Sanusi juga sekali seminggu diminta berceramah di kantor NV Hadji Kalla, yaitu setiap Kamis pada waktu zuhur. “Haji Kalla sebagai pengurus masjid memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masjid dan jemaahnya,” kata Sanusi. Selama hidupnya, Hadji Kalla juga menjadi menjadi bendahara “abadi” NU hingga akhir hayatnya. “Dia memang santri dan juga pengusaha yang sukses,” puji KH Ali Yafie dalam sebuah kesempatan.

Selain kerja keras, kunci keberhasilan Hadji Kalla membangun imperium bisnis-nya adalah karena keteguhannya memegang kejujuran. “Laba yang kalian peroleh dari kesusahan orang lain, haram hukumnya,” terang Jusuf, salah satu putera Hadji Kalla, menirukan ucapan bapaknya. Jusuf Kalla, mantan wakil presiden itu, masih ingat tatkala ayahnya menyerahkan tampuk kepemimpinan NV Hadji Kalla pada dirinya. “Ucu, perusahaan ini kuserahkan kepadamu dalam keadaan tanpa hutang satu sen pun!” Ucu adalah panggilan sayang Hadji Kalla pada Jusuf, yang secara genetik mewarisi darah bisnis ayahnya.

Di saat kepemimpinan Jusuf inilah, PT Hadji Kalla menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang menjual mobil Toyota. “Kami lebih duluan dari Astra (PT Astra International Tbk). Jadi, kalau mau bicara Toyota jangan macam-macam. Kita lebih duluan menge-nal Toyota. Tapi, kami cukup jadi agennya Toyota saja,” candanya dalam sebuah kesempatan. Kalla mengatakan bahwa filosofi PT Hadji Kalla adalah hidup berma-syarakat. Itulah sebabnya, Hadji Kalla lebih banyak mengurus Masjid Raya daripada perusahaan.

Menurut Jusuf, PT Hadji Kalla merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang menggu-nakan kata Hadji. “Dulu banyak, sekarang hanya satu,” katanya.

Selain itu, salah satu pesan yang selalu diingat Jusuf adalah agar selalu membayar zakat tepat waktu. “Hitunglah zakat perusahaan secara benar, karena itu haknya orang miskin.” katanya menirukan ucapan sosok yang dicintainya. Tak heran jika sejak berdirinya NV Hadji Kalla hingga berubah menjadi PT Hadji Kalla (saat ini), konsorsium bisnis ini tak pernah telat membayar zakatnya. Bahkan sebelum Hadji Kalla tutup usia pada 15 April 1982, ada pemandangan tak lazim setiap menjelang ramadan di depan kediamannya di Jl. Andalas No. 2 Makassar. Para pengemis dan fakir miskin antri mendapatkan pemberian zakat dan sedekah dari keluarga Hadji Kalla. Setelah itu, Hadji Kalla bergegas membagikan zakat dan sedekahnya di pelosok-pelosok. Bagaimana dengan pajak? Jangan khawatir, sebab Hadji Kalla langganan mendapatkan penghargaan pemerintah karena selain tepat waktu, ia juga membayar pajak dalam jumlah yang besar.

“Bantulah orang yang lagi kesusahan dan Allah akan menggan-tinya 70 kali lebih banyak,” terang Aksa Mahmud, menantu Hadji Kalla menuturkan pesan mertuanya. Menjelang subuh, dengan berjalan kaki mertuanya itu membagikan uang kepada para penyapu jalan. “Kasihan mereka. Orang lain masih tidur, mereka sudah bekerja. Pekerjaannya tidak banyak dilihat orang lain,” kata Hadji Kalla, yang pecandu sepak bola. Di dunia kulit bundar, ia pernah menjadi donatur tetap klub PSM Makassar.

Falsafah hidup Hadji Kalla juga dituturkan oleh Drs Abdurrahman, mantan Sekretaris PWNU Sulsel. Hadji Kalla punya prinsip teguh. Mengambil keuntungan dari perniagaan seperti mengambil wudhu (bersuci). “Jika air wudhu yang kita ambil kotor maka wudhu tidak sah. Begitu juga dengan berbisnis, jika perdagangan yang kita lakukan terkotori, maka hasil yang kita peroleh tidak sah.” kata Hadji Kalla suatu ketika.

Sekarang perusahaan yang bermula dari lapak kain sederhana itu menjadi sebuah jaringan konglomerasi yang bergerak di berbagai bidang usaha. Perusa-haan Kalla beserta anak-anak perusahaannya bergerak di bidang perdagangan mobil, konstruksi bangunan, jembatan, perkapalan, real estate, transportasi, peter-nakan udang, perikanan, kelapa sawit, dan telekomunikasi.

* Dimuat di Majalah AULA No. 03/XXXII edisi Maret 2010 dalam rubrik ‘USWAH’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar