Minggu, 25 April 2010

Gus Dur, Tak Lekang oleh Waktu



“Ah, Gitu aja kok repot!”, guyonan khas Gus Dur itu kini tak terdengar lagi. Yah, karena sang pemilik kalimat itu telah berpulang ke rahmatullah. Kalaupun masih terdengar di televisi, mungkin disuarakan oleh Gus Pur, tokoh yang memerankan sosok mirip Gus Dur.

SUDAH sebulan lebih KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dimakamkan. Namun hingga kini kharismanya belum juga memudar. Setiap hari para peziarah masih terus berdatangan dari berbagai daerah. Terlebih pada Sabtu malam atau hari Ahad. Dipastikan rombongan bus dari berbagai daerah akan terlihat berjejer memadati areal parkir pesantren. Padahal sebenarnya areal parkir itu sudah cukup luas. Yah, banyak orang sudah terlanjur menganggap Gus Dur sebagai wali ke sepuluh yang makamnya harus diziarahi.
Nama Gus Dur memang sudah terlanjur melekat di hati masyarakat. Sejak kabar wafatnya tersiar pada Rabu malam (30/12), pelayat sudah mulai berdatangan ke Pesantren Tebuireng. Bahkan sebelum Subuh, masjid di kompleks pesantren tersebut sudah dipenuhi massa. Begitu juga pendapa joglo yang ada di areal makam. Mereka membaca tahlil dan mendoakan Gus Dur.

Memang dari malam hingga pagi tidak ada pengamanan, sehingga para pelayat dengan leluasa dapat hilir mudik di lokasi pemakaman. Barulah pada pukul 08.00 WIB, petugas keamanan melakukan penertiban. Selain keluarga, mereka diminta ke luar dari areal pesantren. Ini agar petugas bisa menyiapkan upacara kenegaraan serta memberi kesempatan kepada Paspampres untuk melakukan penyisiran terhadap kemungkinan bom.

Benar prediksi banyak kalangan yang memperkirakan para pelayat akan membeludak. Karena itu aparat disiagakan tidak hanya di lokasi pemakaman, tapi juga di beberapa titik di sekitar kawasan Tebuireng. Bahkan di sepanjang Jalan Raya Surabaya – Jombang, petugas kepo-lisian disiagakan di setiap perem-patan maupun pertigaan jalan.

Personel Banser dari Satkorcab Jombang juga tampak sibuk di lokasi pemakaman.
Jenazah Gus Dur yang dibawa dengan mobil VW Caravelle tiba sekitar pukul 11.30 WIB.
Setelah dishalatkan, jenazah Gus Dur yang berada di dalam peti berselimut bendera Merah Putih itu kembali diusung dan dimasukkan ke mobil jenazah dan dibawa ke kom-pleks pemakaman.

Presiden SBY memimpin upacara pemakaman. ”Atas nama negara, dengan ini mempersembahkan ke persada Ibu Pertiwi, jiwa raga dan jasa almarhum KH Abdurrahman Wahid. Jabatan, Presiden RI keempat. Putra dari KH Wachid Hasyim,” kata SBY dalam pidato pemakaman kenegaraan. “Beliau berjuang tanpa pamrih kepada bangsa dan negara ini, utamanya ketika menjadi pemimpin organisasi keagamaan terbesar, Nahdlatul Ulama,” lanjut Presiden.

Sementara itu KH Shalahuddin Wahid (Gus Sholah) yang mewakili pihak keluarga meminta maaf atas segala khilaf yang pernah diperbuat kakak kandungnya itu selama hidupnya. “Perhatian yang diberikan semua pihak terhadap Gus Dur, baik selama hidupnya maupun pada saat beliau wafat, kami atas nama keluarga mengucapkan terima kasih,” katanya sambil menahan isak tangis yang menghentikan pidatonya itu selama beberapa saat.

Sebelum dimasukkan ke liang lahat, jenazah Gus Dur diperiksa terlebih dahulu oleh KH Maimun Zubair. Tembakan salvo ke udara dilontarkan dari senapan 10 personel Kopassus beriringan dengan takbir untuk mengantarkan jasad Gus Dur ke dalam liang lahat. Putra menantu Gus Dur, Dhohir Farisi, membuka tali kafan, memberikan bantal tanah, sekaligus mengumandangkan adzan sebelum jenazah diberi papan telisik. Sebelum menurunkan tanah pertama kali ke liang lahat, Presiden SBY terlebih dulu menghormat kepada jenazah dengan sikap sempurna, lalu mengayunkan skropnya secara perlahan. Prosesi talqin dilakukan oleh KH Maimun Zubair, pengasuh Pondok Pesantren Sarang, Rembang.

Gus Dur dimakamkan di pemakaman keluarga yang berada di dalam kompleks Pesantren Tebuireng. Makam mantan Ketua Dewan Syura DPP PKB itu berada di sebelah utara makam KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan pendiri Pesantren Tebuireng, yang tak lain adalah kakek Gus Dur. Bergandengan dengan makam KH Hasyim Asy’ari adalah makam Nyai Nafidoh, istri Hadratussyeikh. Di tempat tersebut juga dimakamkan ayah Gus Dur, KH A Wachid Hasyim, menteri agama pertama. Juga ada makam KH Yusuf Hasyim, paman Gus Dur, yang selama hidupnya berbeda pandangan dengan sang keponakan.

Pada masa-masa awal usai pemakaman, gundukan tanah di kubur Gus Dur selalu berkurang, karena banyak diambil orang untuk “jimat” dan pengobatan. Sampai akhirnya, untuk mengamankan akidah dari kesyirikan sekaligus mengamankan makam sang ulama, IPS NU Pagar Nusa menjaganya siang malam. Tidak hanya itu, mereka juga membuat pagar dari tali rafia sebagai batas, agar tidak ada lagi orang mendekat. Tak lupa, di beberapa sudut pemakaman ditulisi larangan mengambil segala sesuatu dari lokasi makam.

Sosok Penuh Kontroversi

Gus Dur lahir pada tanggal bulan Sya’ban di Denanyar Jombang, bertepatan dengan 7 September 1940, dari pasangan KH A Wachid Hasyim dan Ny Hj Solichah. Nama kecilnya Abdurrahman Addakhil. “Addakhil” berarti sang penakluk, merujuk pada nama tokoh Bani Umaiyah yang berhasil menaklukkan Spanyol. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Kakek dari ayah adalah KH Hasyim Asyari, sementara kakek dari pihak ibu KH Bisri Syansuri, keduanya tokoh besar NU. Ayah Gus Dur, KH Wachid Hasyim, adalah Menteri Agama tahun 1949. Namanya juga Gus Dur, ia secara terbuka pernah menyatakan bahwa dirinya memiliki darah Tionghoa, berasal dari marga Tan.

Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-27 di Situbondo. Selanjutnya secara berturut-turut terpilih kembali dalam muktamar di Krapyak, Jogjakarta (1989) dan Cipasung, Tasikmalaya (1994). Saat jatuhnya Orde Baru yang diiringi dengan munculnya banyak partai, Gus Dur bersama sejumlah kiai mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).

Dalam pandangan Gus Sholah, puncak prestasi NU adalah ketika Gus Dur mendapatkan kepercayaan sebagai Presiden RI keempat. Namun kursi kehormatan itu tidak bertahan lama karena pada tanggal 23 Juli 2001, MPR yang dipimpin Amien Rais memakzulkannya.

Sosok Gus Dur memang tidak pernah sepi dari kontroversi. Saat menjabat presiden misalnya, ia mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Itu artinya paham komunisme yang diwakili oleh PKI diperbolehkan hidup kembali. Tidak hanya itu, Gus Dur juga memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan, asal berada di bawah bendera Indonesia. Ia juga terlibat dalam Yayasan Shimon Peres, padahal Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan hati bangsa Indonesia terluka cukup dalam atas ulah bangsa Israel menindas bangsa Palestina.

Peraih Ramon Magsaysay award (penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori pemimpin komunitas) memang dikenal sebagai penganut aliran pluralis. Ia selalu dekat dan rajin membela kalangan minoritas yang merasa diperlakukan tidak adil. Bagi Gus Dur, kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman dan demokrasi di Indonesia harus terus menjadi hak mendasar bagi manusia. Tidak heran kalau kemudian dia getol membela Ahma-diyah, kontra RUU antipornografi dan pornoaksi, mengusulkan Konghucu sebagai agama resmi negara, dlsb.

Gus Dur memang Gus Dur, sosok yang serba unik dan suka nyentrik. Presiden forum dialog antarumat beragama dunia itu bisa berkawan dengan siapa saja. Bahkan dalam salah satu pernyataannya, berkawan dengan setan pun tidak ada masalah. Wajar kalau banyak yang merasa kehilangan atas kepergiannya. “Ka-rena selama hidupnya banyak berkawan dengan rakyat kecil, jangan heran bila makamnya juga tak sepi dikunjungi peziarah sampai sekarang,” kata Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Wakil Gubernur Jawa Timur, yang juga masih kerabatnya.

Kepergian Gus Dur adalah duka bagi semua. Terlebih bagi mereka yang suka humor. Tak akan lagi terdengar suara ceplas-ceplos yang kadang kasar tapi lucu. Tak akan tampak lagi seorang presiden yang tertidur di tempat kehormatan dalam forum resmi kenegaraan. NU dan bangsa Indonesia merasa kehilangan sosok pemimpin yang dicintai sangat dalam oleh rakyat dan umatnya. Seorang tokoh yang hebat. Bukan malaikat yang selalu benar tak pernah salah, bukan pula setan yang selalu salah tak penah benar. Gus Dur adalah Gus Dur, sosok yang serba kontroversi. Bahkan tanggal kelahirannya pun tetap menjadi kontroversi hingga kini. Selamat jalan, Gus.....

* Dimuat di Majalah AULA edisi Pebruari 2010 dalam rubrik 'OBITUARI'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar