Minggu, 25 April 2010

TV9, Menghibur dan Berdakwah di Layar Kaca



Alhamdulillah, itu barangkali kalimat yang paling pantas disampaikan sebagai ungkapan syukur karena NU telah memiliki stasiun televisi sendiri. Dengan harapan media ini dapat menjadi alternatif hiburan diantara tayangan yang ada.

TONTONLAH televisi yang berada di channel 42 UHF, maka anda akan bertemu dengan stasiun TV9,” kata Ahmad Hakim Jayli yang dipercaya sebagai Direktur Utama TV9 berpromosi. Ya, pada akhir bulan Januari lalu, berbarengan dengan peringatan hari lahir NU yang ke 84, secara resmi TV ini di soft launching. “Tapi kita masih dalam proses percobaan, jadi siarannya belum dapat diterima secara baik,” kata Hakim, sapaan akrabnya-.

Memenuhi Harapan

Boleh dikata, kehadiran TV9 sebagai jawaban atas berbagai harapan dan keinginan dari warga NU untuk mermiliki media televisi sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa SMS yang masuk ke Aula, tidak sedikit yang menginginkan agar NU secara mandiri dapat turut berperan aktif dalam menyajikan siaran yang lebih religius dan mendidik. Karena seperti dimaklumi bersama, tidak sedikit yang merasa kecewa dengan tampilan media visual baik di tingkat lokal maupun nasional.

Apalagi hal ini telah direkomendasikan oleh para PCNU dalam perhelatan Konferensi Wilayah NU beberapa waktu berselang. “Taushiyah para kiai telah mengamanatkan agar NU bisa melakukan langkah antisipasi dari dampak televisi,” ungkap bapak kelahiran 24 Mei 1970 ini.

Berangkat dari keprihatinan atas kondisi riil tersebut, maka beberapa orang NU yang ikut peduli dengan keadaan ini mulai merintis sebuah televisi lokal. “Awalnya kami men-dirikan PAS TV atau Pasuruan Televisi yang beroperasi di kota Pasuruan,” kenang almunus Universitas Brawijaya Malang ini.

Dan gayungpun bersambut. Lewat upaya keras yang dilakukan oleh KH Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah bersama para pegiat PAS TV, akhirnya keluarlah surat izin penyiaran nomor 367/KEP/MKom Info/10/2009 untuk TV9 di kanal 42. “Boleh dikata, PAS TV adalah sebagai embrio dari lahirnya TV9,” tandas bapak berputera satu ini. “Namun yang perlu diketahui, memperoleh izin itu sangat sulit. Ini kerja yang sangat luar biasa,” tandas Hakim.

Usai izin operasional didapat, tentu pekerjaan berat telah menanti. Agar bisa tayang, tentu saja membutuhkan alat pendukung yang ternyata biayanya tidak ringan. “Kalau mau ideal, untuk penyediaan sistem transmisi atau pemancar saja membutuhkan dana sekitar tujuh milyar,” tandas alumnus Magister Manajemen Komunikasi Universitas Indonesia ini.

Karena itu, untuk meringankan beban biaya yang demikian besar, pihak menejemen bekerjasama dengan televisi yang telah memiliki jangkauan luas. “Akhirnya kita menggunakan tower milik MNC yang memang berpengalaman dan jangkauannya luas,” tandas Hakim.

Namun demikian, TV yang berada dibawah PT Dakwah Inti Media (DIM) ini belum sepenuhnya dapat diterima dengan baik lantaran kekuatan jangkauan siarnya masih terbatas. “Namun kami akan berusaha optimal agar jangkauan dan mutu siaran akan dapat dinikmati dengan baik,” kata alumnus Pesantren Miftahul Huda, Gading Kasri Malang ini.

Siap Bersaing

Seperti diakui oleh Hakim, berbisnis di media elektronik ini cukup ketat. Dalam tahap awal, PT DIM sadar bahwa tidak mudah menggeser fanatisme pemirsa untuk berpindah ke chanel 42. “Namun kami optimis dengan persaingan ini,” tandasnya berbinar. Potensi warga NU yang merupakai penikmat sejati acara televisi, demikian pula banyaknya tokoh lokal di Jawa Timur yang memiliki massa fanatik, adalah potensi yang akan digarap secara serius. “Potensi besar itu nantinya akan kita imbangi dengan menyajikan tayangan dan program yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” kata jebolan Pesantren Darul Ulum Karang Pandan Pasuruan ini.

Apalagi televisi kebanggaan yang menempati kantor di Jalan Raya Darmo 96 Surabaya ini memiliki makna filosofis yang dalam. Menamakan televisi ini dengan TV9, setidaknya ada beberapa tujuan yang ingin dicapai. Sama dengan NU, maka sembilan memiliki makna sebagai representasi dari identitas NU. “Sembilan merupakan angka tertinggi. Dengan demikian, puncak prestasi adalah harapan dari televisi ini,” tandas Hakim dengan senyum optimisnya. “Puncak prestasi itu tentunya tidak semata di dunia, tapi juga sampai akhirat kelak,” katanya melanjutkan.

Yang juga menjadi inspirasi dari televisi ini adalah semangat untuk mengaktualisasikan metode dakwah seperti yang pernah dilakukan oleh Walisongo. “Akulturasi budaya dan agama yang demikian elegan telah dilakukan para wali ratusan tahun lamanya dalam melakukan islamisasi di tanah air,” tandas Hakim. “TV9 ini lahir untuk melakukan revitalisasi metode dakwah yang pernah dilakukan para wali,” lanjutnya.

Bagi Hakim, tantangan terberat sekarang adalah “Kalau saat Walisongo dulu berhasil melakukan islamisasi kultural, maka kita jaman sekarang harus melakukan modivikasi dakwah sehingga tetap menarik namun tidak menghilangkan substansi dari ajakan yang ada.”

Televisi ini memilih jargon “Santun dan Menyejukkan”. Boleh dikata, pemilihan kalimat tersebut bukanlah sesuatu yang berlebihan. “Kami ingin memberikan alternatif hiburan dengan tidak meninggalkan pesan-pesan keagamaan. Jangan sampai dakwah yang kita lakukan tidak menarik, demikian pula jangan sampai hiburan kita jauh dari nuansa religiusitas,” tandas Hakim.

Karenanya, dengan kelebihan tayangan dan program yang akan dipilih serta ditunjang networking yang dimiliki struktur NU dari mulai level PW sampai MWC dan ranting serta komunitas kultural adalah potensi yang layak diopti-malkan. “Dengan potensi loyal audience yang dimiliki, kami bisa meyakinkan para mitra untuk berpartisipasi memperkenalkan produk dan jasanya di media ini,” kata Hakim.

Sebagai televisi yang kehadirannya dibidani oleh aktivis media NU, maka kehadiran TV9 akan terus berusaha menjalin komunikasi yang intens dengan komunitas jam’iyah. Karenanya, pada Musyawarah Kerja Khusus yang hendak diselenggarakan awal bulan depan, televisi ini akan memulai percobaan program siaran.

“TV9 mulai tayang mulai jam 17.00 dengan berbagai acara spesial,” tandas Hakim. Pihak TV9 juga senantiasa terbuka dalam menerima saran dan kritik demi kebaikan bersama. “Silakan disampaikan kepada kami. Masukan itu akan terus kami komunikasikan dengan crew yang ada,” tandasnya.

Yang tidak kalah penting adalah “Kami senantiasa meminta doa dan restu dari para masyayikh, kiai, ulama, maupun warga NU demi kesinambungan TV ini di masa mendatang,” tandas Hakim. Jangan sampai anugerah terbesar ini nantinya tidak bertahan lama. “Ini menyangkut eksistensi dakwah Islam dan keberadaan NU di tengah masyarakat,” katanya mengharap. Semoga sukses.

* Dimuat di Majalah AULA No. 03/XII edisi Maret 2010 dalam rubrik “LIPSUS”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar