Kamis, 26 Juli 2012

Dasar Amaliah di Bulan Ramadlan (2)


Pelaksanaan Witir

Tentang pelaksanaan shalat witir tiga  rakaat dengan dua kali salam ialah berdasarkan Hadits riwayat ‘Aisyah RA yang menerangkan bahwa Nabi SAW ketika melaksanakan shalat witir dilakukan setiap dua rakaat diakhiri dengan salam dan yang terakhir satu rakaat diakhiri dengan salam juga. Sebagaimana tertera dalam Hadits:
“Dari ‘Aisyah RA, “Rasulullah SAW melaksanakan shalat witir setelah shalat isyak sebanyak 11 rakaat, yang dilakukan dengan satu salam setiap dua rakaat, dan terakhir satu rakaat.” (Shahih Muslim, 1216)

Setelah shalat witir disunnahkan membaca dzikir dan do’a. Di dalam Hadits dijelaskan:
Dari Ubay bin Ka’b ia berkata, Rasulullah SAW melaksanakan shalat witir tiga rakaat dengan membaca surat Al-A’la , Al-Kafirun dan al-Ikhlas, kemudian qunut sebelum ruku’. Setelah salam beliau membaca, “Subhanal malikil quddus” tiga kali, kemudian pada bacaan terakhir mengeraskan suaranya seraya membaca  “Robbil malaikati war ruh”  (Sunan Al-Kubro lil Baihaqi, juz III hal 40)

Di dalam Hadits yang lain:
Dari Ali bin Abi Thalib ra ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca “Allahumma inni audzu bika biridhoka……” di akhir shalat witir. (Sunan Abi Dawud, juz I hal 537)

Berdasarkan dua Hadits ini, Imam Nawawi menjelaskan:
Setelah shalat witir sunnah membaca “subhanal malikil quddus” tiga kali. Kemudian membaca “Allahumma inni a’udzubika…….. dua doa ini  terdapat di dalam sunan Abi Dawud dan lainnya” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz IV hal 16)

Selain dua dzikir ini, kemudian ditambah dengan bacaan yang dianjurkan ketika lailatul qodar dengan harapan semoga kita bisa mendapatkan malam yang mulia ini. Dzikir yang dimaksud adalah sabda Nabi SAW:
Dari Aisyah ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika aku mengetahui lailatul qodar. Apakah yang akan aku baca? Nabi SAW menjawab,”Bacalah allahumma innaka afuwwun karimun tuhibbul afwa fa’fu anni” (Sunan Al-Tirmidzi, juz V hal534 ).

Perlu diketahui bahwa tidak ada larangan berdo’a dengan redaksi yang tidak ada teksnya dari al-Quran dan al-Hadits sepanjang isi do’a tersebut berupa permohonan yang baik. Penambahan atau pembuatan redaksi dzikir dan do’a bukan sesuatu yang dilarang di dalam agama. Pada masa Rasululullah SAW, ada seorang sahabat yang menambah sendiri dzikir di dalam shalat, dan Rasul tidak menyalahkannya. Diceritakan dalam Hadits:
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ Al-Zuraqi, pada suatu hari ketika kami shalat berjamaah dengan Nabi SAW. Pada saat Nabi SAW mengangkat kepalanya dari ruku’ seraya membaca “sami’allahu liman hamidah”, seorang laki-laki di belakang Nabi SAW membaca “robbana wa lakal hamdu hamdan katsiran thoyyiban mubarokan fihi” (Tuhan kami, dan bagi-Mu segala pujian, dengan pujian yang banyak, baik dan diberkahi). Setelah shalat, Nabi SAW kemudian bertanya, ”Siapakah yang membaca do’a seperti tadi itu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya”. Nabi SAW bersabda, “Saya melihat sekitar tiga puluh malaikat berebutan untuk menjadi yang pertama menulis pahala dari bacaan tersebut.” (Shahih Al-Bukhari, juz II, hal. 287 [766]).

Di dalam kitab Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqallani menjelaskan:
“Ulama menjadikan Hadits ini sebagai dalil kebolehan membaca dzikir di dalam shalat walaupun tidak ma’tsur (tidak dicontohkan) langsung oleh Nabi SAW, selama dzikir yang dibaca itu tidak menyalahi yang ma’tsur (yang dicontohkan Nabi SAW).” (Fath Al-Bari, juz II, hal. 287).

Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada larangan membuat redaksi do’a untuk shalat tarawih, witir, dan lain sebagainya. Sebagaimana  banyak ditulis dalam buku-buku tuntunan shalat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar