Kamis, 15 September 2011

AULA September 2011

Halal Bihalal Pun Digugat


Seperti orang kurang pekerjaan, ada saja yang diusili. Dengan kemampuan ilmu agama yang terbatas, semua orang disalahkan, dibid’ahkan dan ditakut-takuti bakal masuk neraka. Kalau ingin masuk neraka, ikutilah dia. Tapi kiai NU sudah terbiasa dengan keusilan mereka itu. Sudah hafal.

TELAH menjadi tradisi yang melekat pada diri bangsa Indonesia, ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, jutaan orang berduyun-duyun kembali ke kampung halaman. Kegiatan itu biasa disebut mudik. Karena orang yang memiliki kesamaan keinginan itu berjumlah sangat banyak, biasanya arus mudik menjadi padat. Meski terkesan sulit dan melelahkan dalam perjalanan, namun tetap terasa nikmat. Terbukti, setiap tahun mereka mengulangi ‘kesengsaraan’ itu lagi dan di jalan yang sama lagi. Sengsara membawa nikmat.

Setiba di kampung halaman, tujuan pertama adalah sungkem kepada kedua orang tua. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti dan penghormatan anak kepada kedua orang tua. Biasanya dilakukan dengan berjabat tangan, posisi anak lebih rendah, anak mencium tangan orang tua sambil meminta maaf. “Ngaturaken sedaya kelepatan, nyuwun pangapunten, Ibu,” begitu ucapan yang biasa meluncur dari bibir sang anak.

Setelah melakukan sungkem pada kedua orang tua, biasanya dilanjutkan dengan sungkem saudara kepada yang lebih tua. Dilanjutkan kepada paman, bibi dan saudara kedua orang tua yang lain. Setelah itu dilanjutkan dengan unjung-unjung. Maksud dari unjung-unjung adalah saling mengunjungi saudara dan tetangga untuk bersilaturahmi dan saling meminta maaf. Rumah orang yang dikunjungi biasanya telah menyediakan makanan sebagai jamuan. Mereka pun biasanya akrab saling bercerita karena telah lama tidak bersua. Kadang pada hari kedua dilanjutkan dengan halal bihalal keluarga untuk menyambung persaudaraan bani (anak cucu) tokoh tertentu. Inti acara tetap sama, menyambung silaturahmi dan saling bermaafan.

Seminggu kemudian biasanya dilakukan halal bihalal dalam skala lebih besar dan formal. Kadang dilakukan oleh instansi pemerintah, lembaga swasta tempat bekerja atau lembaga pendidikan maupun organisasi sosial kemasyarakat serta partai politik. Agenda acara juga tidak jauh berbeda: silaturahmi dan saling bermaafan. Dalam halal bihalal formal ini biasanya dilakukan serangkaian acara seremonial berupa pengajian dan diakhiri dengan saling bermaafan yang disimbolkan dengan berjabat tangan.

Itulah budaya khas masyarakat Indonesia yang telah terjadi selama berabad-abad. Semuanya bernilai baik karena bersumberkan pada anjuran umum agama tentang taat kepada orang tua, menjalin silaturahmi, saling bermaafan dan sedekah. Tidak dipungkiri, kadang memang ada ekses negatif, semacam berjabat tangan dengan lain jenis yang bukan muhrim. Namun persoalan jabat tangan bukanlah keharusan dan berjabat tangan tidak harus saling bersentuhan kulit. Dalam budaya Indonesia, dengan merapatkan kedua telapak tangan di dada sambil kepala sedikit membungkuk, itu artinya sudah berjabat tangan.

Anehnya, masih saja ada orang yang tidak sependapat dengan tradisi yang baik itu. Lihat saja di banyak situs mereka. Ada yang berdalih, tidak ada tuntunan dari Rasulullah SAW, bid’ah, tidak ada manfaatnya, sampai hanya buang-buang waktu. Adapun acara halal bihalal seperti yang sering kita saksikan di negeri kita ini maka hukumnya adalah BID’AH yang sesat. Begitu bunyi salah satu penyataaan mereka.

Ada lagi. Memang tidak ada dalil dari Al-Quran ataupun As-Sunnah tentang halal bihalal. Mudah-mudahan kita tidak meyakininya sebagai bagian dari ibadah, karena itu tergolong sebagai perbuatan bid’ah, yang memperoleh ancaman dari Rasulullah SAW. Atau Tradisi itu sendiri jika tidak memiliki landasan dalam agama sebaiknya dimusnahkan saja, atau Lebih-lebih acara saling berkunjung saat hari raya itu banyak membuang-buang waktu secara percuma. Sedangkan perempuan tidaklah dibolehkan sering keluar rumah. Kalau dirunut lebih jauh, pemikiran mereka adalah model kaum wahabi yang berkeyakinan semua yang tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah dianggap bid’ah dan masuk neraka.

Menanggapi tentang penolakan itu, KH Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Sholawat Tulangan Sidoarjo, berpesan agar warga NU tetap menjaga, merawat dan melestarikan tradisi yang telah ada dengan memandangnya sebagai kearifan lokal. Halal bihalal, menurut Gus Ali, adalah khazanah Islam khas Indonesia yang tidak ditemukan di belahan dunia manapun. Dan uniknya, ini tidak bertentangan dengan syariat Islam. “Silakan dicarikan dalil yang mengemukakan bahwa halal bihalal bertentangan dengan syariat. Saya siap berdebat dan menjelaskan hal ini dengan mereka,” tantang Gus Ali. Mohammad Subhan

Dapatkan Majalah Aula Edisi September 2011 dengan topik utama “HALAL BIHALAL PUN DIGUGAT” yang meliputi:
- Halal Bihalal Pun Digugat (hal 10)
- Mudik dengan Segala Rangkaiannya (hal 13)
- Tradisi Lebaran Tak Bertentangan Syariat (hal 17)
- Pertahankan Khazanah Islam Lokal (hal 24)
- Hargai Tradisi Kreasi Ulama (hal 27)

Dapatkan juga liputan lainnya:
Liputan Khusus: Memahami Surat Keputusan Wilayah (hal 29)
Ihwal: Pengajian Model Baru (hal 33)
Nuansa: Haul Saiyidatina Khadijah (hal 36)
Bahtsul Masail: Menyerahkan Hak Arisan dengan Ganti Rugi (hal 39)
Mimbar Aula: Evaluasi Taqwa (hal 43)
Muhibah: Muslim Serumpun yang Beda Nasib (hal 48)
Kancah Dakwah: Meretas Kader di Kampung Terpencil (hal 53)
Pesantren: PP Amanatul Ummah Pacet (hal 57)
Pendidikan: MA Matholi’ul Anwar Lamongan (hal 61)
Tokoh: Dr KH A Muhaimin Zen, MA (hal 65)
Uswah: KH Abdul Mughni (hal 70)
Khazanah: Si Putih dengan Aneka Khasiat (hal 73)
Rehat: Agus Sunyoto & Zainal Fanani (hal 78)
Memori: Napak Tilas Perjuangan di Pojok Gus Dur (hal 80)
Resensi: Menimbang Sejarah dan Ajaran Tarekat (hal 86)
Sekilas Aktivitas (hal 90)

3 komentar:

  1. ngalamat zaman akhir, alqur'an dan hadits dikira majalah po piye mudah dibaca dan dipahami, padahal alqur'an dan hadits harus dipahami mnrut pmhaman yg dketengahkan para Ulama karena qur'an dan hadits diriwayatkan dan diajarkan oleh beliau2 yang tentunya bersumber dari Rasululloh. bukan spt mbah mahrus yang seenaknya asal comot dalil tanpa menghiraukan asbabul wurud wannuzul, khilafiyyah ulama, furu'iyyah fiqh, dll. dan yang dimaksud bid'ah sekali lagi adalh sesuatu yang tidak bertendensi yang tidak sesuai dengan qur'an dan hadits bukan berarti bid'ah itu sesuatu yang tidak tercantum / tertera dalam qur'an maupun hadits..... seperti halnya tahlilan memang tidak ada anjuran tahlilan dalam alqur'an dan hadits karena itu tahlilan bukan termasuk bagian agama. Dan orang yang bilang tahlilan bid'ah berarti dia telah menambah-nambahi perkara agama, justru yang seperti inilah yang bid'ah. Yang menjadi bagian dari agama itu bukan acara tahlilannya tapi membaca kalimah thoyyibah, membaca qur'an, mendoakan mayyit, dan bersedekah untuk mayyit, inilah yang menjadi bagian dari agama dan ada tuntunannya, sekali lagi bukan acara tahlilannya..... Kalau lum jelas ngaji tuntas jangan hanya ngaku2 mengikuti al qur'an dan hadits karena alqur;an dan hadits itu sangat luas mencakup segala kegiatan manusia, maka ibadahpun sangat luas meliputi segala kegiatan dan gerak gerik manusia dan semuanya ada aturan mainnya. Jangan spt orang2 wahhabi yang mempersempit ibadah dan salah memahami arti bid'ah. ibadah ini pada hakikatnya bersifat esensial jadi harus cermat memahaminya jangan hanya melihat dhohirnya tapi pahami isinya. maka anda akan mengerti kalau orang buang air kecilpun bisa jadi ibadah kalau mngikuti anjuran Rasul, apalagi tahlilan yang jelas2 diisi bacaan qur'an, dzikir, dan sedekah. Dan yang goblok lagi ketika ada orang mengatakan halal bi halal itu tidak ada tuntunannya. apakah menjalin tali silaturrahim bukan perintah agama, saling berjabat tangan dan saling memaafkan apakah itu ngarang sendiri nukan tuntunan Nabi. Inilah kalo orang beragama cuma dari kulit luarnya saja, terlalu terpaku pada istilah padahal istilah akan selalu berkembang dari masa ke masa namun esensi jangan sampai bergeser. seperti halnya zaman Nabi dulu orang menggunakan istilah berdzikir kemudian berkembang menjadi wiridan, mujahadahan, istighotsahan, dll. tapi isinya sama saja bertaqarrub dengan cara mengingat Allah. Hanya orang2 yang akalnya sempit dan ahli bid'ah yang mengatakan itu amalan bid'ah, tidak sesuai tuntunan dll...... MATATIL BID'AH BI QIYAMIL HUJJAH LI AHLISSUNNIYYAH.

    BalasHapus
  2. Kalau memang bukan ahlinya jangan sekali-kali menyitir ayat qur'an atau hadits kemudian dijadikan sbg dasar suatu perkara apalagi menyangkut ibadah dan masalah fiqh, Kalau anda tak perrnah menjumpai dalam qur'an maupun hadits itu karena sempitnya keilmuan anda, karena ilmu bukan hanya terdapat dalam mushaf qur'an dan kitab hadits saja, qur'an hadits adalah dasar tuntunan yang perlu diuraikan dan dijelaskan dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh Ulama dan Ulama itu sudah ratusan tahun yang lalu menulis banyak kitab tapi mengapa anda tidak percaya pada mereka malah percaya pada diri anda sendiri yang gag jelas keluasan ilmunya. MULANE NGAJI, SENG JENENGE NGAJI PERLU WEKTU WEKTUNE SUWE DADI OJO KEMINTER NEK KWE KEMINTER AKHIRE NGKO KOYO WONG2 SENG MELU2 ALIRAN SESAT. Padahal mereka juga menjadikan ayat qur'an dan hadits sebagai dasar namun dengan pemahaman yang salah dan diputarbalikkan, itu terjadi karena mereka tidak mau mengikuti ajaran2 dari para Ulama dan merasa pintar padahal dwe akal mboh ora??????

    BalasHapus
  3. mohon jika majalahnya sudah kadaluarsa,diupload ke internet

    BalasHapus