Produk Lokal, Juarai Kontes Internasional
Jenis belimbing tasikmadu telah dinobatkan sebagai produk unggulan nasional dan belimbing kualitas terbaik di Jatim. Siapa sangka kalau perintisnya adalah seorang lulusan pesantren yang pernah menjadi Ketua Ranting NU.
SULIT rasanya menggunakan bahasa untuk mengungkapkan semua rasa. Sama sulitnya dengan menjelaskan perbedaan manisnya madu, manisnya buah dengan manisnya gula. Demikian juga terasa sulit menggambarkan manisnya belimbing tasikmadu dengan belimbing lainnya. Manis rasanya, besar bentuknya, mencolok warnanya dan harum aromanya. “Pokoknya belimbing tasikmadu lebih enak,” begitu kira-kira akhirnya.
Ya. Belimbing jenis ini memang belum ada duanya sehingga diberi nama tasikmadu sesuai nama desanya. Di kawasan pantai utara Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, desa ini berada. Di arah timur pusat kota dan berbatasan dengan Kabupaten Lamongan bagian utara.
Siapa yang berperan besar di balik penemuan belimbing yang khas ini? Dialah H Mahrus. Seorang warga setempat yang secara otodidak dan sedikit nekat berani mencoba mengembangkannya.
Sebagaimana kehidupan di desa, menemukan rumah H Mahrus tidak sulit. Begitu masuk ke kawasan Desa Tasikmadu, bertanyalah kepada warga di mana lokasi rumah H Mahrus. Maka Anda akan sampai ke rumahnya dengan arahan mereka.
Putra pasangan H Muhammad Jais dan Hj Aminah ini mengaku keberhasilannya sempat diklaim dan diberitakan sebagai binaan salah satu pesantren yang berafiliasi ke ormas “tetangga”. Tentu H Mahrus keberatan. Gayung bersambut, PWNU Jatim memberinya Anugerah NU 2010 di bidang pengembangan ekonomi masyarakat.
Saat diundang untuk menerima Anugerah NU dalam puncak Harlah NU ke-84 pada Ahad (31/1) lalu, H Mahrus tak bisa hadir dan diwakili PCNU Tuban. Ia memohon maaf karena harus mengikuti kegiatan keagamaan di Kota Tuban yang se-cara istiqamah telah ia jalani beberapa tahun terakhir
15 Hektar dengan 6000 Pohon
Kisah keberhasilan H Mahrus dimulai pada tahun 1986. Saat itu ia baru saja pulang ke rumah setelah lulus dari Pendidikan Guru Agama (PGA setingkat SMA) di Pesantren Darut Tauhid Al-Alawi Senori, Tuban. Ia melihat pohon belimbing di depan rumahnya sedang berbuah. Meski banyak pohon belimbing lain di desanya, tapi masyarakat lebih menyukai belimbing yang ditanam oleh Ibu Aminah itu. Lebih manis kata mereka.
H Mahrus sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Ia hanya mengira bahwa dulu perawatannya bagus dan didukung dengan struktur tanah kapur di daerahnya yang memang baik untuk buah-buahan.
Perubahan besar berawal dari keberanian H Mahrus. Saat mayoritas masyarakat menanami ladangnya dengan jagung, kacang dan jenis palawija lainnya, H Mahrus nekat menanami ladang ayahnya dengan 33 pohon belimbing yang tumbuh dari biji belimbing yang dipetik dari depan rumah. Sedianya ia mengira panen akan membutuhkan waktu lama. Namun setelah dirawat secara intensif dengan pemupukan dan pengairan, ternyata hanya bu-tuh 9 bulan untuk panen.
Setelah panen, memang tidak semua pohon menghasilkan buah semanis induk belimbing . Namun dibanding dengan pohon milik warga lain, belimbing kata putra ketiga dari enam bersaudara initerasa lebih manis.
“Hasil panennya saya jual di pasar dengan harga 2.500 per kilo. Setiap pagi saya bawa dua kardus. Awalnya dikira mainan karena warnanya yang mencolok tapi selalu habis dalam waktu kurang dari 2 jam,” terang ayah dua anak ini.
Sejak itulah, masyarakat mulai mencari-cari belimbing H Mahrus. Mereka bingung bagaimana menyebut jenis belimbing itu sehingga disebut saja belimbing tasikmadu karena berasal dari Desa Tasikmadu. Ada pula yang menyingkatnya dengan menyebut blimbing madu karena saking manisnya.
Kabar adanya belimbing tasikmadu kemudian semakin luas. Banyak warga Kota Tuban yang tiba-tiba datang ke rumahnya untuk membeli belimbing. Terutama komunitas warga Tionghoa. Hampir setiap hari Ahad mereka datang dan mengambil sendiri belimbing di ladang. Seperti menjadi tempat wisata baru.
Saat itulah H Mahrus semakin yakin belimbing ini adalah ladang bisnisnya yang harus dikembangkan. Dari ladang yang hanya berukuran 40 x 45 meter persegi telah berkembang menjadi lahan seluas 15 hektar dengan sedikitnya 6.000 batang pohon belimbing. Pada umur empat tahun, satu pohon bisa menghasilkan 30-50 kilogram buah per tahun. Saat panen raya, desa ini bisa menghasilkan satu hingga dua ton buah bintang segar per hari. Dari harga Rp. 2.500 per kilo, sekarang sudah seharga Rp. 10.000 – Rp. 15.000 per kilo.
Kini, H Mahrus lebih banyak di rumah berkonsentrasi merawat dan memanen pohon belimbing. Untuk pemasaran dan mengembangkan usaha ke luar, H Mahrus menyerah-kannya kepada adiknya, Yasin. Tak hanya di Tuban, belimbingnya telah merambah ke hampir seluruh daerah di Jatim. Umumnya para tengkulak buah datang langsung ke rumahnya dan memasarkannya di daerah masing-masing.
Menurut H Mahrus salah seorang pembeli besarnya berasal dari Surabaya. Dia adalah seorang keturunan Tionghoa yang biasa memborong puluhan kwintal dan menjualnya di beberapa supermarket. Dia pula yang pernah membawa belimbing ini mengikuti kontes internaisonal buah tropis di Singapore pada 2002. Di sana, belimbing menang sebagai juara pertama kategori aroma dan juara ketiga kategori bentuk buah.
Karena itulah tak heran jika Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu I, Anton Apriantono pada 2008 silam tak segan berkunjung ke ladang belimbing tasikmadu. Dinas Pertanian Provinsi Jatim juga tak ragu memberikan sertifikat kepada H Mahrus yang menetapkan belimbing tasikmadu sebagai varietas baru buah belimbing dan menjadi produk unggulan nasional dari Jatim.
Perkembangan bisnis belimbing tasikmadu dengan sendirinya meningkatkan taraf ekonomi warga Tasikmadu. Mereka tergolong dalam tiga kelompok yang memiliki peran berbeda. Pertama, tetangga yang memiliki ladang. Mereka melakukan perjanjian bagi hasil dengan merelakan ladangnya ditanami belimbing oleh H Mahrus. Mereka berhak menerima 1/3 hasil penjualan belimbing setelah dipotong biaya. Kedua, para pekerja yang membantu H Mahrus merawat dan memanen belimbing. Sebelumnya rata-rata mereka bekerja sebagai buruh tani yang jumlanya tak kurang dari 100 orang. Ketiga, warga sekitar yang menjadi penjual belimbing di sekitar jalan raya dan pasar-pasar tra-disional di Kecamatan Palang.
* Dimuat di Majalah AULA No. 03/XXXII edisi Maret 2010 dalam rubrik ‘WIRAUSAHA’.
Belimbing tasikmadu memang tiada duanya.. cita rasanya sngat berbeda dngan belimbing yg lain..
BalasHapusjgn lupa juga berkunjung ke
"Cara Sehat Alami"
www.imampengembara.blogspot.com
Dimana ya bisa dapat bibit asli... bisa dikirim ke balikpapan....
BalasHapus