Kamis, 29 April 2010

Ummurrisalah: Muktamar Tak Bahas Rekonsiliasi PKB


Komisi Rekomendasi dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 telah menyelesaikan tugasnya. Di antara beberapa rekomendasi yang akan disampaikan ke pemerintah dan lem-baga lainnya adalah meminta agar Islam tidak dibajak oleh kelompok teroris yang mengatasnamakan agama.

Bahkan, komisi ini merekomendasikan membentuk suatu lembaga yang berfungsi meredam terorisme dan meluruskan pemahaman bahwa jihad bukanlah terorisme.
“Salah satu rekomendasi yang dihasilkan komisi kami adalah membentuk suatu badan yang berfungsi memberantas terorisme secara kultural dan ideologi dan meluruskan konsep pema-haman tentang jihad,” kata Ketua Komisi Rekomendasi Prof Dr H Masykuri Abdillah.
Menurutnya, hal yang penting dilakukan badan tersebut adalah meluruskan pemahaman keagamaan bahwa jihad itu bukan terorisme, begitu pula segala bentuk teror yang mengatasnamakan jihad, sebab beberapa kelompok yang melakukan aksi teror kerap menggunakan dalil jihad. Selain itu, ia mengatakan, diperlukan pula status hukum yang menegaskan anti terorisme untuk meredam aksi-aksi teror yang terjadi di tanah air. Karena itu, membendung dan memberantas terorisme dengan cara pendekatan kultural, ideologi dan secara hukum sangat diperlukan. “Kita mengeluarkan rekomendasi kepada se-mua pihak agar menjaga agama, agar jangan sampai dibajak atas nama terorisme,” katanya. Selain itu, Muktamar NU juga mengeluarkan rekomendasi penanganan terorisme dari sisi hukum secara tegas. “Dari segi hukum misalnya, dengan penegakan hukum baik dengan menggunakan alat negara melalui serangan militer atau menggunakan Densus 88,” katanya.

Oleh karena itu, Muktamar merekomandasikan agar dilakukan upaya pelurusan persepsi global terhadap jihad yang disalahpahami sebagai terorisme. Bahwa jihad bukanlah terorisme karena terorisme bukanlah ajaran Islam. Pemerintah hendaknya melibatkan peran pemuka agama dalam penyelesaikan konflik, terutama konflik-konflik yang berbasis agama. Upaya-upaya yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam, seperti NU melalui International Conference of Islamic Scholars (ICIS), perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah lebih besar lagi, agar peran yang dilakukan bisa lebih maksimal. Di sisi lain, lanjutnya, melalui kegiatan dakwah di masjid dan majelis taklim terus disosialisasikan bahwa jihad itu bukan terorisme dan Islam bukan pendukung terorisme. NU juga mengajak Ormas, LSM dan pemerintah bekerja sama dalam mewujudkan “deradikalisasi”, serta mengajak pe-laku-pelaku teror berdialog dan kembali ke ajaran yang benar.

Selain itu, komisi ini juga mengu-sulkan agar pembaruan pemikiran gerakan Islam tidak menyimpang dari Ahlus Sunnah Waljamaah (Aswaja). Sejalan dengan keyakinan umat bahwa Islam itu tetap sesuai dengan semua waktu dan tempat (shalih likull zaman wa makan), pembaruan (tajdid) pemahaman keagamaan merupakan suatu keniscayaan, karena masyarakat kini telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Ide-ide pembaruan keaga-maan di era reformasi ini semakin kencang dihembuskan oleh berbagai kalangan Islam, baik yang berlatar belakang tradisionalis maupun mo-dernis sendiri, meski kedua kelom-pok ini kini tidak memiliki perbedaan yang berarti. “Di antara ide-ide pembaruan itu ada yang mendukung pengunaan rasio secara bebas dan meninggalkan teks-teks (nash-nash) al-Quran dan Hadits, termasuk yang bersifat absolut (qath’i), sehingga hal ini telah mengarah pada tingkat me-resahkan tokoh dan umat Islam,” kata pria yang pernah menjadi Ketua Panitia ICIS III ini.

Oleh karena itu, Muktamar me-nekankan kembali, bahwa ide-ide pembaruan (tajdid) pemahaman agama merupakan suatu keharusan, tetapi pembaruan ini seharusnya tetap sejalan dengan standar metodologi pemahaman agama yang telah menjadi konsesus ulama mayoritas (ahlussunnah wal jama’ah), dengan tetap berpegang pada kaidah: al-muhâfazhah ‘alal qadîmis shâlih wal akhdzu bil jadîdil ashlah (mempertahankan ide-ide lama yang baik dan mengambil ide-ide baru yang lebih baik). Di antara pembaruan yang sangat dibutuhkan pada saat ini adalah pengutamaan teologi tentang pan-dangan hidup (world view) yang lebih dinamis (menekankan ikhtiar) dari-pada yang bersifat statis (menekankan taqdir) dalam rangka memperkuat motivasi bagi percepatan pembangu-nan umat dan bangsa Indonesia.

Komisi Rekomendasi juga mengeluarkan sejumlah rekomendasi di bi-dang politik, ekonomi, pendidikan, penegakan hukum dan HAM. Soal pendidikan, misalnya, walau sistem pendidikan nasional sudah baik, tapi kurang memperhatikan pendidikan di pondok pesantren. Bidang kese-hatan yang belum menyentuh kalangan masyarakat desa, kelompok bawah dan miskin, sehingga perlu-nya pemberdayaan kembali Jaminan Kesehatan Masyarakat.

Terkait politik, NU menilai etika politik di Indonesia semakin demokratis, tapi belum menyentuh hal yang substantif. Sebab, belum dibarengi dengan budaya etika yang baik. “Misalnya di dalam Pilkada dan organisasi tertentu, kadang-kadang masih menggunakan money politics,” ujar Masykuri.

Adapun dalam kancah perpolitikan internasional, pemerintah juga diminta aktif dengan melibat-kan unsur masyarakat atau people to people. “Ini terkait image building terkait soal budaya Islam dan terorisme. Pemerintah bisa aktif dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat dunia, seperti di Thailand Selatan, Filipina Selatan, Myanmar, Uighur, Palestina dan lainnya,” pungkasnya.

Di sisi lain, desakan agar NU mendorong rekonsiliasi di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa ternyata batal masuk dalam salah satu reko-mendasi muktamar. Padahal banyak pihak jauh-jauh hari mengharapkan NU ikut urun rembug menyelesaikan kisruh di parpol yang kelahiranya ia fasilitasi. Bahkan, tidak hanya berupa desakan, beberapa PCNU dari Jatim juga telah membawa sekaligus menawarkan konsep rekonsiliasi yang telah disusun beberapa pihak di Surabaya sebelum pelaksanaan muktamar. Salah satunya ialah agar PBNU membentuk tim rekonsiliasi untuk segera menyelesaikan kemelut di partai yang identik dengan Gus Dur itu.

Penyelesaian terkait dengan konflik internal di PKB nanti hanya akan dilakukan secara informal. Artinya, NU bisa mengambil posisi melalui peran etik dan moral. Atau, melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terkait agar bersatu, bukan hanya untuk kader NU di PKB, tapi juga di seluruh parpol yang ada.

Keputusan tersebut dipastikan dalam rapat pleno komisi-komisi. Mayoritas PCNU dan PWNU berpan-dangan bahwa NU dan PKB me-miliki wilayah yang berbeda. “NU memang punya tanggung jawab, tapi tanggung jawab itu tidak harus dilakukan secara formal,” tegas Sekretaris Panitia Muktamar Taufik R Abdullah. (AULA No.04/XXXII April 2010)