Kamis, 29 April 2010

Ihwal: Muktamar, Jawa Timur Jadi Pusat Perhatian


Muktamar sudah berlangsung sebanyak tiga puluh dua kali. Pada penye-lenggaraan di Sulawesi Selatan, semua perhatian dialamatkan kepada PWNU Jawa Timur. Tidak sedikit yang iri dengan kemajuan yang dimiliki

Keberadaan kontingen Jawa Timur demikian dominan. Pada kegiatan sidang komisi maupun pleno, nyaris kafilah Jatim banyak memberikan masukan berarti untuk perbaikan NU di masa yang akan datang. Bahkan hal-hal yang tidak terfikirkan sebelumnya, justru idenya muncul dari Jatim. Tentu saja hal ini bukannya datang dengan tiba-tiba. Perbincangan yang intensif selalu dilakukan, jauh sebelum materi Muktamar diterima. “Praktis, agenda bahtsul masail, rekomendasi, perbaikan AD/ART sudah rampung sebelum rombongan berangkat ke Makasar,” tandas Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, H Sholeh Hayat, SH.

Hal ini ditambah dengan sigapnya para pengurus untuk terus memantau kondisi muktamar serta membicarakannya secara khusus di posko Jatim maupun saat bertemu di arena. Yang baru saja dilakukan dan ternyata manfaatnya sangat terasa adalah membuat draf perubahan dengan tetap menulis-kan redaksi awal materi dengan draf perubahan yang diinginkan. “Kami telah mempersiapkan lima lembar halaman perubahan, khususnya pada sidang komisi organisasi,” kata Sekretaris PWNU Jatim, H Masyhudi Muchtar, MBA.

Draf usulan itu kemudian diserahkan kepada pimpinan sidang yang kala itu dipimpin oleh KH Hafidh Utsman. Cara baru model Jatim ini diapresiasi oleh Kiai Hafidh karena lebih memudahkan dan efektif. Praktis, dengan cara ini dapat dikatakan pimpinan sidang justru menjadi juru bicara dari usulan PWNU Jatim. “Kalau mengusulkan sendiri, kan tidak selamanya para peserta mau menerima?” tandas Pak Hudi (sapaan akrab sekretaris PWNU Jatim) saat dikonfirmasi. “Pimpinan sidang tinggal menawarkan kepada peserta, dan apabila ada yang kurang paham maka kita menjelaskan,” lanjut mantan anggota DPRD Jatim ini. Dengan cara itu, seolah peserta beranggapan bahwa materi yang diwarkan adalah dari PBNU. “Padahal itu kan usulan dari kami?” tandas Pak Hudi dengan senyumnya yang khas.

TV 9 dan Aula Semakin Bikin Iri

Yang juga menjadi “pukulan telak” bagi banyak peserta lain adalah kehadiran TV9. TV yang baru saja diluncurkan oleh PWNU Jatim ini ternyata tampil optimal selama Muktamar. Untuk menayangkan suasana di sidang komisi maupun pleno, para peserta yang tidak memiliki id-card, tidak perlu memaksakan diri untuk mengintip lewat jendela. Cukup duduk dengan tertib di luar karena telah tersedia beberapa unit televisi layar datar dan berukuran 21 inci dan dua unit screen berukuran dua kali tiga meter. “Mending duduk di sini saja, tidak gerah dan lebih santai,” kata Abdullah Mabruk utusan dari Ke-pulauan Riau.

Bahkan untuk acara pembukaan yang menghadirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, TV9 juga dengan percaya diri menayangkan acara tersebut secara live dan nyaris tanpa pesaing. Berkali-kali logo TV9 tampil disela-sela waktu jeda. Salah seorang peserta dari Halmahera yang telah menghadiri beberapa kali muktamar tidak bisa menyem-bunyikan kekagumannya. “Alhamduillah NU telah memiliki TV sendiri, kapan yang lain mengikuti ya?” katanya berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Sebenarnya untuk kegiatan Muktamar ini, TV9 mengalami musibah yang cukup berat. Empat buah TV Plasma yang dikirim lewat cargo dari Surabaya, ternyata setelah sampai di Makasar semuanya pecah. “Ini kecerobohan pihak cargo,” kata Helmy M Noor kepada wartawan. Karenanya, didukung oleh KH M Hasan Mutawakkil Alallah selaku Komisaris TV9, Helmy –sapaan akrabnya- telah melakukan upaya komplain atas kerugian ini. “Bila dikalkulasi, kerugian kami sampai empat puluh juta rupiah,” katanya.

Kekuatan lain dari kafilah NU Jawa Timur adalah kehadiran Majalah AULA. Kendati selama Muktamar banyak media harian maupun selebaran, namun keberadaan AULA turut mencuri perhatian peserta. Spanduk rentang berukuran 6 x 1 meter majalah yang telah berusia tiga puluh dua tahun ini, menghiasi arena muktamar. “Ada lima belas spanduk rentang yang terpasang di sudut-sudut lokasi,” kata Habib Wijaya, Kepala Tata Usaha Aula. Tidak berhenti sampai di situ saja, x baner AULA juga tersebar di setiap ruangan sidang komisi maupun pleno. Belum lagi crew majalah yang hilir mudik dengan kostum baru, serta dimilikinya stan pameran majalah yang menggandeng penerbit Khalista. Selama muktamar berlangsung, tidak sedikit para peserta yang menga-jak berdiskusi crew majalah dan akhirnya berkenan berkunjung ke stand di block C-5 di mana Aula berada. “Wah… NU Jatim benar-benar unjuk gigi,” kata peserta dari Maluku dengan wajah berbinar. Untuk internal NU sendiri sebenarnya ada majalah “pesaing”. Namun keberadaannya tidak seperti Aula.

Memang, keberadaan Muktamar diharapkan menjadi media silaturrahim seluruh potensi yang dimiliki oleh NU. Apa yang kurang, hendak-nya disempurnakan demi kebaikan di masa mendatang. Demikian pula, bila ada kendala menyelenggarakan sebuah ren-cana, tidak ada salahnya saling bertanya untuk kelancaran niat di kemudian hari. Inilah khidmat yang bisa dilakukan demi kebaikan NU di masa yang akan datang. (AULA No.04/XXXII April 2010)