Menjajaki Luar Negeri
Awalnya hanya Akademi Dakwah yang dikelola oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), lalu berkembang menjadi salah satu universitas terkemuka di Sulawesi Selatan.
Tak heran jika Sulsel disebut sebagai benteng NU di kawasan Indonesia Timur, sebab dalam konteks pendidikan, nahdliyin di provinsi ini punya andil dalam pendirian perguruan tinggi yang berafiliasi kaum santri. Sebut saja Universitas Islam Makassar atau yang akrab disebut UIM.
“Pada mulanya, embrio UIM hanya Akademi Dakwah mula-mula dipimpin oleh Drs H Umar Syihab bersama H Husain Abbas. Akademi ini diresmikan pada 21 Februari 1966 oleh Rektor Universitas Hasanuddin, Mr Muh Natsir Said,” terang Dr Ir Hj Majdah Muhiddin Zain MS, Rektor UIM.
Hanya berselang tujuh tahun, akademi ini levelnya meningkat menjadi Fakultas Dakwah yang bernaung di bawah Universitas Nahdlatul Ulama (UNNU) yang dipimpin oleh Umar Syihab (1973-1975) didampingi oleh KHM Sanusi Baco, KHA Rahim Amin, Bustani Syarif, H Mohtar Husein, H Sahabuddin dan H Iskandar Idi. Beberapa pengurus inilah yang kemudian terus berusaha meningkatkan kualitas lem-baga pendidikan ini.
Tongkat estafet kepemimpinan kemudian beralih kepada H Abd Rahim Amin (1975-1979), didam-pingi oleh H Mahmud Abbas, H A Rahman Idrus dan Mubarak Pataba, kemudian dilanjutkan oleh H. Arsyad Parenrengi didampingi oleh H. Arisah AS, Fahruddin D dan M Amin Daud serta H Adam Mama sampai terbentuknya Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) al-Ghazali.
Tatkala kepemimpinan dipegang oleh Drs H Patombongi Badrun pada tahun 1990, STID resmi berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) berdasarkan SK Menteri Agama RI Nomor 6 tahun 1990 tanggal 25 April 1990. Kemudian dilanjutkan oleh Drs KH M Busaeri Juddah pada tahun 1995-1997. Kemudian pada akhir tahun 1997 STAI al-Ghazali Makassar dipimpin oleh Dr H Abd Kadir Ahmad MS sampai terbentuknya UIM pada tahun 2000.
Sejak menjadi UIM, kampus yang terletak di Jl Perintis Kemerdekaan Km 09 No 29 Makassar ini telah memiliki enam fakultas, yakni Fakultas Pertanian, Fakultas Agama Islam, Fakultas Sospol, Fakultas Teknik, Fakultas Farmasi, Fakultas Sastra, serta Fakultas Ilmu Kesehatan. “Alhamdulillah, pada tahun ini kami membuka tiga program studi kependidikan,” kata Bu Majdah. Tiga prodi tersebut adalah studi Pendidikan Guru SD (PGSD), pendidikan bahasa Inggris, dan pendidikan bahasa Indonesia. “Tiga prodi ini berada dalam naungan Fakultas Sastra UIM,” terang wanita yang juga istri Wakil Gubernur Sulsel, Ir H Agus Arifin Nu’mang MS, ini. Bahkan, menurut ibu empat anak ini, UIM sementara masih menunggu izin Dikti untuk Program Studi Ilmu Gizi dan Transfusi Darah untuk Fakultas Kesehatan, serta Prodi Teknik Sipil untuk Fakultas Teknik.
“Demi meningkatkan kualitas civitas akademika, kami juga menjalin kerja sama dengan Hay Group, sebuah pusat riset internasional yang memiliki kantor pusat di Singapura,” lanjutnya. Adapun kerjasama itu dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani Dr Ir Hj Majdah Muhiddin Zain MS sebagai Rektor UIM dan Andreas Raharso PhD, Ketua Pusat Riset dan Pengembangan Hay Grup, pada November tahun lalu.
“Dengan kerja sama ini nantinya UIM dan Hay Group bisa melakukan tukar informasi, pengembangan pendidikan, penelitian, dan soal pemberangkatan mahasiswa yang mau bekerja di luar negeri,” jelas Bu Majdah usai penandatanganan MoU. Penandatanganan MoU itu dilakukan sebagai rangkaian Workshop Internasional Peran Ilmuwan Indonesia Internasional dalam Pembangunan Indonesia. Workshop tersebut digelar atas kerja sama Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia (I4), Dirjen Dikti, dan UIM. Pada workshop ini menghadirkan ilmuwan internasional antara lain Dr Muhammad Reza, pakar energi yang berkarir di Swedia dan Dr Etin Anwar yang juga dosen Hobart and William Smith College AS. Selain itu juga ada Dr Ugi Suharto, guru besar dan direktur ekonomi syariah pada Universitas College Bahrain, serta Andreas Raharso. Ratusan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Makassar, birokrat, industriawan, dan perwakilan organisasi masyara-kat sipil (OMS) menghadiri acara ini.
Alokasi Beasiswa
Selain itu, kampus yang bernaung di bawah Yayasan Perguruan Tinggi Al-Ghazali Makassar ini juga mengalokasikan beasiswa bagi 234 mahasiswa berprestasi, khususnya dari kalangan keluarga kurang mampu dari segi ekonomi. ”Beasiswa ini kami prioritaskan bagi maha-siswa yang berprestasi dan dari kalangan yang kurang mampu,” katanya menerangkan.
UIM sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mengedepankan kualitas keilmuan yang berimbang dengan akhlak Islami, terus berusaha mendorong mahasiswa untuk meningkatkan kualitas diri. Salah satu upaya untuk memotivasi hal tersebut, lanjutnya, pihaknya menyalur-kan bantuan beasiswa bagi mahasiswa yang mampu memperlihat-kan prestasi akademiknya. Meskipun UIM sebagai perguruan tinggi Islam, ia mengatakan, pihaknya tidak membatasi dalam menerima mahasiswa sepanjang mau mengikuti aturan yang ada. “Apalagi kami bukan hanya menyiapkan fakultas untuk jurusan pendidikan agama, namun fakultas yang mengajarkan ilmu-ilmu umum seperti pertanian, ekonomi dan sebagainya,” ujarnya.
Dengan demikian, Bu Majdah mengatakan, cukup banyak pilihan untuk menimba ilmu sesuai dengan keinginan dan bakat serta minat calon mahasiswa. Selain mengalokasikan bantuan 234 beasiswa, UIM pada awal bulan silam mendapatkan bantuan buku sebanyak 800 eksemplar dari Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Menanggapi hal tersebut, salah se-orang mahasiswa Fakultas Pertanian UIM, Zainal mengatakan, buku yang disalurkan Ditjen Dikti tersebut sangat membantu, khususnya bagi mahasiswa yang kurang mampu. “Apalagi beasiswa yang disalurkan itu, dapat mengurangi beban keluarga yang kurang mampu,” ujarnya. (Majalah AULA No. 05/XXXII April 2010)