Pelaksanaan Witir
Tentang
pelaksanaan shalat witir tiga rakaat
dengan dua kali salam ialah berdasarkan Hadits riwayat ‘Aisyah RA yang
menerangkan bahwa Nabi SAW ketika melaksanakan shalat witir dilakukan setiap
dua rakaat diakhiri dengan salam dan yang terakhir satu rakaat diakhiri dengan
salam juga. Sebagaimana tertera dalam Hadits:
“Dari ‘Aisyah RA, “Rasulullah SAW melaksanakan shalat
witir setelah shalat isyak sebanyak 11 rakaat, yang dilakukan dengan satu salam
setiap dua rakaat, dan terakhir satu rakaat.” (Shahih Muslim, 1216)
Setelah
shalat witir disunnahkan membaca dzikir dan do’a. Di dalam Hadits dijelaskan:
Dari Ubay bin Ka’b ia berkata, Rasulullah SAW
melaksanakan shalat witir tiga rakaat dengan membaca surat Al-A’la , Al-Kafirun
dan al-Ikhlas, kemudian qunut sebelum ruku’. Setelah salam beliau membaca,
“Subhanal malikil quddus” tiga kali, kemudian pada bacaan terakhir mengeraskan
suaranya seraya membaca “Robbil
malaikati war ruh” (Sunan Al-Kubro
lil Baihaqi, juz III hal 40)
Di
dalam Hadits yang lain:
Dari Ali bin Abi Thalib ra ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca “Allahumma inni audzu bika biridhoka……” di akhir shalat
witir. (Sunan Abi Dawud, juz I hal 537)
Berdasarkan
dua Hadits ini, Imam Nawawi menjelaskan:
Setelah shalat witir sunnah membaca “subhanal malikil quddus” tiga kali. Kemudian membaca “Allahumma inni a’udzubika…….. dua doa
ini terdapat di dalam sunan Abi Dawud
dan lainnya” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz IV hal 16)
Selain
dua dzikir ini, kemudian ditambah dengan bacaan yang dianjurkan ketika lailatul
qodar dengan harapan semoga kita bisa mendapatkan malam yang mulia ini. Dzikir
yang dimaksud adalah sabda Nabi SAW:
Dari Aisyah ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika aku mengetahui lailatul qodar. Apakah
yang akan aku baca? Nabi SAW menjawab,”Bacalah allahumma innaka afuwwun
karimun tuhibbul afwa fa’fu anni” (Sunan Al-Tirmidzi, juz V hal534 ).
Perlu diketahui
bahwa tidak ada larangan berdo’a dengan redaksi yang tidak ada teksnya dari
al-Quran dan al-Hadits sepanjang isi do’a tersebut berupa permohonan yang baik. Penambahan atau pembuatan redaksi dzikir dan do’a bukan
sesuatu yang dilarang di dalam agama. Pada masa Rasululullah SAW, ada seorang
sahabat yang menambah sendiri dzikir di dalam shalat, dan Rasul tidak
menyalahkannya. Diceritakan dalam Hadits:
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ Al-Zuraqi, pada suatu hari ketika kami shalat
berjamaah dengan Nabi SAW. Pada saat Nabi SAW
mengangkat kepalanya dari ruku’ seraya membaca “sami’allahu liman hamidah”,
seorang laki-laki di belakang Nabi SAW membaca “robbana wa lakal hamdu
hamdan katsiran thoyyiban mubarokan fihi” (Tuhan kami, dan bagi-Mu segala
pujian, dengan pujian yang banyak, baik dan diberkahi). Setelah shalat, Nabi
SAW kemudian bertanya, ”Siapakah yang membaca do’a seperti tadi itu?” Laki-laki
itu menjawab, “Saya”. Nabi SAW bersabda, “Saya melihat sekitar tiga puluh
malaikat berebutan untuk menjadi yang pertama menulis pahala dari bacaan
tersebut.” (Shahih Al-Bukhari, juz II, hal. 287 [766]).
Di
dalam kitab Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Al-Hafidz Ibn Hajar
Al-Asqallani menjelaskan:
“Ulama menjadikan Hadits ini sebagai dalil kebolehan membaca dzikir di
dalam shalat walaupun tidak ma’tsur (tidak dicontohkan) langsung oleh Nabi SAW, selama dzikir yang dibaca itu tidak menyalahi yang ma’tsur (yang
dicontohkan Nabi SAW).” (Fath Al-Bari, juz II, hal. 287).
Dengan
demikian jelaslah bahwa tidak ada larangan membuat redaksi do’a untuk shalat
tarawih, witir, dan lain sebagainya. Sebagaimana banyak ditulis dalam buku-buku tuntunan shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar