Senin, 04 Juni 2012

Susu Kedelai

Melebihi Nutrisi Susu Sapi




Susu sapi, susu kambing, atau susu kedelai mungkin sudah biasa dikonsumsi, tetapi bagaimana dengan susu dari kedelai? Padahal menurut hasil penelitian, susu kedelai jauh lebih bernutrisi daripada susu sapi dan mengandung sedikit lemak.

Tanaman kedelai liar adalah jenis kedelai pertama yang tumbuh di daerah Manchuria (daratan Cina). Dari Cina, tanaman kedelai merambah hingga ke Jepang (abad ke-6) dan Eropa (abad ke-17). Di Indonesia, tanaman kedelai mulai dibudidayakan untuk bahan pangan dan pupuk hijau sejak abad ke-17.

Dalam sebuah penelitian, kedelai  sebenarnya sudah dibudidayakan sejak 1500 tahun SM dan baru masuk Indonesia, terutama Jawa sekitar tahun 1750. Kedelai paling baik ditanam di ladang dan persawahan antara musim kemarau dan musim hujan. Sedang rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok untuk produksi kedelai adalah kurang dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar antara 95-122 hari selama setahun.

Kedelai mempunyai perawakan kecil dan tinggi batangnya dapat mencapai 75 cm. Bentuk daunnya bulat telur dengan kedua ujungnya membentuk sudut lancip dan bersusun tiga menyebar (kanan – kiri – depan) dalam satu untaian ranting yang menghubungkan batang pohon. Kedelai berbuah polong yang berisi biji-biji. Menurut varitasnya ada kedelai yang berwarna putih dan hitam. Baik kulit luar buah polong maupun batang pohonnya mempunyai bulu-bulu yang kasar berwarna coklat. Untuk budidaya tanaman kedelai di pulau Jawa yang paling baik adalah pada ketinggian tanah kurang dari 500 m di atas permukaan laut.

Kedelai biasa ditanam di ladang sebagai salah satu sumber makanan pokok. Di beberapa daerah Kedelai memiliki sebutan sebutan yang berbeda. Kedhelih (Madura); Kedelai, Kacang jepun, Kacang bulu (Sunda), Lawui (Bima); Dele, Dangsul, Dekeman (Jawa), Retak Menjong (Lampung); Kacang Rimang (Minangkabau), Kadale (Ujung Pandang).

Entah karena mengikuti trend atau memang para penjual sadar dengan kecenderungan kesadaran sebagian besar masyarakat yang saat ini mulai mengkonsumsi susu kedelai, sudah banyak para penjaja minuman ini. Keberadaan susu kedelai hampir sama dengan antusias sebagian orang untuk meminum sinom, es degan dan makanan serta minuman alamiah lainnya. Hal ini tentu cukup membanggakan.

Bahkan beberapa koperasi telah menggandeng para petani kedelai untuk meneruskan tradisi menanam dengan memproduksi minumam susu kedelai.

Pada saat yang bersamaan, banyak layanan masyarakat maupun iklan yang mendorong agar manusia untuk lebih banyak mengkonsumsi minuman ini.

Dan gayungpun bersambut. Sejumlah pengusaha kelas menengah dan kecil memanfaatkan peluang ini dengan baik. Dengan modal yang tidak terlampau besar, usaha ini dapat dijadikan sebagai penopang kebutuhan hidup yang kian kompleks.

Salah seorang pebisnis minuman ini, Siti Ernawati menyatakan bahwa usaha yang digeluti belum genap setahun ini telah menjanjikan keuntungan yang tidak kecil. “Tinggal menjaga kualitas agar kepercayaan konsumen tetap terjaga,” katanya ketika menyuplai stok untuk salah satu pesantren besar di Jombang. Dia juga berharap, pasokan kedelai akan stabil dan harganya juga tetap terjangkau. 

Kandungan Manfaat

Para peneliti dari Universitas Naples, Italia, melakukan perbandingan antara susu kedelai dengan susu sapi. Hasilnya, susu kedelai mengandung lebih sedikit lemak dan mengandung asam lemak omega-3 yang bisa membantu menurunkan kolesterol.

Dalam penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan, diketahui hewan yang diberi susu kedelai memiliki kadar lemak darah trigliserida lebih rendah dan sistem metabolik mereka tidak stres.

Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Keunggulan lain dari susu kedelai dibandingkan susu sapi adalah tidak mengandung kolesterol sama sekali. Susu kedelai mulai populer di kalangan banyak masyarakat sebagai pilihan baru selain susu sapi. Susu kedelai mudah didapat dengan harga sangat murah.

Dengan ringkasan manfaat susu kedelai ini semoga bisa menjadikan susu kedelai yang Karena kadar asam amino lisin yang tinggi, susu kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan makanan serealia lainnya, yang umumnya rendah kadar lisinnya. Mutu protein susu kedelai hampir sama dengan mutu protein susu sapi.

Kandungan Gizi Kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat. Susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Kedelai mengandung protein tinggi dan mengandung sedikit lemak. Protein kedelai juga dibuktikan paling baik dibandingkan jenis kacang-kacangan lain. Kandungan proteinnya setara dengan protein hewani dari daging, susu, dan telur.

Asam lemak tak jenuh ini dapat mencegah timbulnya pengerasan pembuluh-pembuluh nadi. Tidak semata itu, kedelai juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat dan dapat mengurangi risiko penyakit jantung, seperti yang telah dibuktikan melalui berbagai penelitian.

Kadar trigliserida dan kolesterol yang tinggi merupakan pemicu penyempitan pembuluh arteri sehingga aliran darah tersumbat. Kondisi ini bisa memicu serangan jantung dan stroke.

Para peneliti juga menemukan susu kedelai mengandung kalsium tinggi, hampir sama dengan susu manusia, serta bisa dipakai pada anak-anak yang alergi pada susu sapi.

Dalam presentasi yang dilakukan pada European Congress on Obesity di Turki, para peneliti juga menyatakan konsumsi susu kedelai bisa digiatkan. Meski susu kedelai ini sudah biasa dikonsumsi di Italia, tetapi susu ini relatif sulit ditemui di negara lain.

Resep Tradisional
Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan manfaat dari susu kedelai secara lebih optimal.

1. Diabetes Mellitus
Bahan: 1 genggam biji kedelai hitam.
Cara membuat: direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas dan disaring untuk diambil airnya.  Cara menggunakan: diminum 1 kali sehari 1 gelas dan dilakukan secara rutin setiap hari.

2. Sakit Ginjal
Bahan: 3 sendok makan biji kedelai. Cara membuat: direbus dengan 2-3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring untuk diambil airnya.
Cara menggunakan: diminum pada pagi hari setelah bangun tidur dan dilakukan secarar rutin setiap hari.

3. Reumatik
Bahan: 1 sendok makan biji kedelai hitam, 1 sendok makan kacang hijau, dan 2 sendok makan kacang tanah.
Cara membuat: semua bahan tersebut digoreng tanpa minyak (sangan = Jawa), kemudian ditumbuk (digiling) sampai halus. Cara menggunakan: dimakan 2 kali sehari 1 sendok teh, pagi dan sore.
Diharapkan dengan beberapa cara ini akan membuat kita mampu merengkuh manfaat dan kegunaan dari susu kedelai. Atau bila memang tidak memungkinkan, di beberapa tempat mulai banyak dijual varian dari susu kedelai yang siap untuk dikonsumsi.
Kata orang, negeri ini sarat dengan flora dan fauna yang tak terhingga. Bila dimanfaatkan dengan baik, maka sudah pasti manfaatnya akan dapat dirasakan. Untuk bisa ke arah sana, jalan yang ditempuh adalah dengan menyadari manfaat dari semua anugerah tersebut. Selamat memanfaatkan anugerah yang telah Allah SWT limpahkan kepada negeri ini.

*) Dimuat di Majalah AULA Edisi Januari 2012

9 Universitas Pertama di Dunia

Kejayaan sebuah peradaban dapat dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan bangsanya. Semua itu dapat ditelusuri dari bukti sejarah yang masih dapat dilihat hingga kini. Harus diakui, umat Islam telah menjadi pelita dunia selama ratusan tahun sebelum kemudian tenggelam.


Kejayaan peradaban umat Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan zaman dahulu memang mendominasi. Dalam konteks ini, universitas adalah salah satu unsur penting yang patut dijadikan ukuran. Dari sembilan universitas tertua di dunia, pendirian tiga kampus di antaranya didominasi oleh umat Islam. Berikut ini adalah 9 universitas tertua seperti dikutip dari www.collegestats.org.




1.  Universitas Al-Qarawiyyin
Universitas ini oleh orang Barat disebut dengan Al-Karaouine yang terletak di Fes, Maroko. Berawal dari sebuah masjid yang didirikan pada tahun 245 H/859 M oleh Fatimah binti Mohamed Al-Fahri. Fatimah dan saudaranya Mariam adalah dua perempuan terdidik yang mewarisi harta yang melimpah dari sang ayah. Fatimah lalu menggunakan warisannya untuk membangun sebuah masjid. Nama masjid diambil dari nama asal ayah Fatimah, yakni kota al-Qairawan.
Universitas ini pun mendapat rekor dunia dari Guinness Book of World Records pada tahun 1998 kategori universitas tertua yang menawarkan gelar sarjana. Sebelumnya, Majalah Time edisi 24 Oktober 1960 secara menarik menuliskan kisah berdirinya Universitas Al-Qarawiyyin dalam tulisan berjudul Renaissance in Fez. Di dalamnya termuat bahwa al-Qarawiyyin telah memiliki peran besar bagi perkembangan Eropa, sebab banyak ilmuan muslim maupun non muslim yang belajar di universitas ini kemudian melakukan pencerahan bagi masyarakat Eropa pada abad ke-15 M.




2. Universitas Al Azhar
Nama universitas yang terletak di Kairo, Mesir, ini tidak asing lagi bagi kaum muslim Indonesia. Mulanya universitas ini berawal dari masjid yang dibangun oleh Bani Fatimiyah yang menganut mazhab Syi’ah Ismailiyah.
Sebutan Al-Azhar mengambil dari nama Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad. Masjid ini dibangun sekitar tahun 970-972 dan memulai pelajaran pada Ramadlan atau Oktober 975 M, ketika Ketua Mahkamah Agung Abul Hasan Ali bin Al-Nu’man mengajar dari buku “Al-Ikhtisar” mengenai topik yurisprudensi Syi’ah.
Madrasah yang terhubung dengan masjid ini kemudian dibangun pada tahun 988. Belakangan, universitas ini menjadi sekolah bagi kaum Sunni menjelang abad pertengahan dan terus terpelihara hingga saat ini.



3. Universitas Nidzamiyah
Perguruan ini didirikan oleh Nidzam al-Mulk, perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah, pada tahun 1066/1067 M. Ketika itu, lembaga pendidikan ini hanya ada di Kota Baghdad, ibu kota dan pusat pemerintahan Islam pada waktu itu. Kemudian, berkembang ke berbagai kota dan wilayah lain. Di antaranya di Kota Balkh, Nisabur, Isfahan, Mowsul, Basra, dan Tibristan. Dan, kota-kota ini menjadi pusat studi ilmu pengetahuan dan menjadi terkenal di dunia Islam pada masa itu.
Menurut sejarawan Philip K. Hitti, Madrasah Nizamiyah merupakan contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar yang memadai bagi para penuntut ilmu.



4. Universitas Bologna
Universitas ini adalah lembaga pendidikan tinggi pertama yang didirikan di belahan dunia Barat pada tahun 1088, di Bologna, Italia. Universitas Bologna termasuk universitas yang berada di peringkat atas hingga masa perang dunia kedua. Hingga saat ini, Universitas Bologna masih dianggap sebagai salah satu universitas yang maju dalam hal sistem pendidikan di Eropa.



5. Universitas Paris
Universitas ini sering disebut sebagai Universitas Sorbonne. Tidak jelas siapa pendiri universitas di ibu kota Prancis ini. Namun, proses belajar mengajar di universitas ini telah berlangsung sejak 1096. Kemudian, terjadi reorganisasi menjadi 13 universitas otonomi pada tahun 1970. Seringkali disebut sebagai Sorbonne setelah College de Sorbonne yang didirikan sekitar tahun 1257. Universitas ini berkembang pada akhir abad 12 di wilayah Katedral Notre Dame sebagai sebuah pusat pembelajaran bidang seni, kedokteran, hukum, dan teologi.



6. Universitas Oxford
Kapan tepatnya universitas yang terletak di kota Oxford, Inggris, ini dibangun juga tidak jelas. Secara formal disebutkan dibangun pada tahun 1096. Universitas ini berkembang pesat sejak tahun 1167, saat Henry II melarang pelajar Inggris untuk belajar ke Universitas Paris. Universitas Oxford sempat ditutup dua kali. Pertama, pada tahun 1209 dan tahun 1355 karena kerusuahn St Scholastica. Saat ini, universitas berbahasa Inggris tertua ini, memiliki 38 jurusan dengan struktur internalnya masing-masing.



7. Universitas Montpellier
Universitas ini terletak di kota Montpellier, Prancis. Diyakini, usia universitas ini jauh lebih tua dari tanggal pendiriannya pada tahun 1150. universitas ini dikenal sebagai sekolah kedokteran tertua di dunia barat.



8. Universitas Cambridge
Universitas yang terletak di kota Cambridgeshire, Inggris, ini dikenal sebagai universitas berbahasa Inggris tertua kedua setelah Oxford. Universitas ini dibentuk oleh para sarjana yang meninggalkan Universitas Oxford selama terjadi sengketa tahun 1209.
Universitas Oxford dan Cambridge, sering dijuluki Oxbridge, telah memiliki sejarah kompetisi yang lama satu sama lain. Keduanya dipandang luas sebagai universitas paling elit dan bergengsi di Inggris, bahkan di dunia.



9. Universitas Salamanca
Universitas ini terletak di kota Salamanca, Spanyol yang didirikan pada 1218 dan memperoleh gelar universitas oleh Paus Alexander IV pada tahun 1225. Awalnya, Universitas Salamanca didirikan oleh Raja Alfonso IX Leonese untuk memberikan kesempatan pada masyarakat Leonese untuk belajar, daripada pergi untuk belajar di Castile. Saat ini, Salamanca tetap menjadi universitas pilihan bagi siswa Spanyol yang ingin fokus pada humaniora dan studi bahasa.
Itulah fakta tentang sembilan universitas tertua di dunia. Jika topiknya diganti menjadi sembilan universitas terbaik di dunia, tentu urutannya menjadi berbeda.

*) Dimuat di Majalah AULA Edisi Januari 2012

Sabtu, 02 Juni 2012

AULA Juni 2012


MENELADANI PARA PENDIRI

Banyak peneliti luar negeri merasa heran dengan NU. Itu karena tidak sedikit yang tidak masuk akal terjadi di NU dan berlangsung sepanjang sejarah perjalanan organisasi ini. Sampai kini misteri itu masih juga banyak yang belum menemukan jawab. Maklum, NU didirikan penuh dengan iringan do’a dan tirakat para auliaillah, bukan dengan pesta dan hura-hura. Namun, masihkah semua itu dilakukan?

Pada 16 Rajab ini Nahdlatul Ulama telah genap memasuki usianya yang ke-89 tahun. Usia yang cukup matang untuk perjalanan sebuah organisasi. Memang kadang masih ada orang bimbang, Harlah (hari lahir) NU yang benar mana: ke-85 atau ke-89, tanggal 16 Rajab atau 26 Januari, hijriyah atau masehi? Jawaban pertanyaan itu sebenarnya sudah tertulis di Anggaran Dasar NU Bab I pasal 2, bahwa Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 hijriyah. Artinya, Harlah NU saat ini adalah yang ke-89.

Warga NU selayaknya lebih banyak mengucap syukur lagi karena organisasi yang mereka banggakan itu kini makin besar, makin banyak jumlah anggotanya dan makin diperhitungkan keberadaannya. Para pejabat yang cukup lama tiarap pun kini sudah tidak takut-takut lagi mengaku sebagai orang NU. Kalau mau teliti, kata seorang kiai, sebenarnya NU tidak hanya organisasi Islam terbesar di Indonesia, tapi sekaligus terbesar di dunia.

Kebesaran NU tidaklah datang begitu saja. Namun kebesaran itu dilalui dengan penuh riadlah batiniyah, perjuangan fisik dan pengorbanan para kiai di dalamnya. Setiap zaman selalu membutuhkan pengorbanan. Di masa rintisan, para kiai harus hilir-mudik berkeliling tanah Jawa untuk mempersatukan langkah. Mereka harus rela masuk ke pelosok-pelosok pedesaan untuk menjelaskan pentingnya pembentukan wadah perjuangan bersama.

Di masa perang kemerdekaan pondok-pondok pesantren yang menjadi tempat tinggal para kiai harus disulap menjadi markas perjuangan. Hal itu bukan tanpa risiko, karena mata-mata penjajah selalu ada di mana-mana. Tidak sedikit santri gugur di medan perang, tidak sedikit pula kiai yang harus menjalani siksaan di penjara penjajah demi mempertahankan kehormatan mereka.

Di saat menjelang peristiwa G 30 S/ PKI tahun 1965 merupakan tahun-tahun yang menegangkan. Setiap saat jiwa para kiai dan pengurus NU dapat melayang menghadapi penculikan orang-orang PKI dan kaki tangannya. Itu karena para kiai telah terdaftar dalam dokumen “7 Setan Desa” yang harus dilenyapkan oleh mereka. Kalau sekarang ada anak-anak NU yang membela eks aktifis partai komunis dan menjadikan mereka sebagai korban yang harus dibela, dimungkinkan karena dua hal; pertama, karena ketidaktahuan dan kedua, karena faktor gerojokan dana dari funding luar negeri yang membuat nanar mata mereka. Mereka menganggap peristiwa itu hanya dari sisi kemanusiaan semata, tanpa melihat bagaimana nyawa kiai di desa-desa terancam setiap saat.

Berkat do’a dan kebersihan jiwa merekalah NU tetap bertahan dan makin besar seperti sekarang. Dari rangkaian sejarah yang panjang itu KH Abdul Muchith Muzadi (Mbah Muchith) meyakini kalau NU bukanlah organisasi sembarangan. “Ibarat nyawa, nyawanya NU itu rangkap. Banyak yang tidak masuk akal namun terjadi di NU,” tutur Mbah Muchith suatu ketika. Mereka yang mempermainkan NU pun – melihat banyak contoh yang ada – biasanya akan kualat. Hidup mereka berantakan. Na’dzubillah. Karena di NU masih banyak orang yang berhati ikhlas.

Memasuki bulan Harlah biasanya tidak lepas dari acara syukuran, tirakatan dan muhasabah (introspeksi). Ibarat sedang menempuh perjalanan panjang, perlu dilakukan evaluasi: apakah jalan yang diambil sudah benar, sudah sampai di mana, strategi apa lagi yang akan dipergunakan, kira-kira kapan sampai di tujuan? Itulah sebagian dari bahan dasar muhasabah yang perlu dilakukan di hari Harlah.

Ikuti ulasan lengkapnya di Majalah NU Aula edisi Juni 2012, dengan topik utama “Meneladani Para Pendiri”, ikuti juga liputan lainnya tentang:

Ummurrisalah:
Meneladani Para Pendiri (hal 9)
Kisah Dibalik Nama dan Lambang (hal 11)
Mereka yang Teguh di Lapangan (hal 15)
NO Tempo Doeloe (hal 18)

Refleksi (hal 8)

Ihwal Jam’iyah: Khotmil Qur’an Bersama Tuna Wicara (hal 20)               
Keterbatasan fisik jangan sampai dijadikan alasan untuk tidak bisa belajar agama, khususnya mendalami Al-Qur’an. Para tuna wicara saja bisa mengkhatamkan kitab suci umat Islam ini dengan sempurna. Sebuah rintisan yang layak diapresiasi.

Liputan Khusus: Persoalan Syi’ah Sampang Belum Selesai (hal 22)
Merasa tidak puas dengan penanganan kasus Tajul Muluk di Kabupaten Sampang dan dikhawatirkan kasusnya malah akan melebar, banyak kiai ingin ‘wadul’ pada Kiai Sahal. Mereka ingin agar Ketua Umum MUI Pusat yang sekaligus Rais Am PBNU itu bertindak jelas dan tegas kepada aliran Syi’ah. Benar juga, mereka berangkat secara bersamaan. Bagaimana hasilnya?

Tokoh: Dr Ir H Irnanda Laksanawan, MSc.Eng (hal 24)
Sosoknya sederhana namun punya visi dan komitmen yang tinggi. Meski memiliki jabatan strategis namun tetap nyaman bergaul dengan banyak kalangan, termasuk dengan para kiai dan masyarakat bawah. Prinsipnya, bisa bermanfaat untuk siapa saja. Khusus kepada NU, dia punya harapan besar.

Bahsul Masail: Puasa di Bulan Rajab (hal 28)
Kajian Aswaja: Qunut Subuh, Benarkah Menyalahi Sunnah? (hal 30)

Uswah: KH Abdul Wachid Hasyim (hal 32)
KH Abdul Wachid Hasyim dengan kiprah dan pemikirannya telah berkontribusi bagi perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia. Laku kehidupannya senantiasa memberi spirit dan semangat yang perlu kita teladani. Namun perannya seringkali dinafikan oleh para sarjana dari kalangan modernis. Mari mengenal ayah Gus Dur ini lebih dalam.

Nisa’: Hj Fatmah Assegaf (hal 36)
Berjuang dengan ikhlas, jujur dan istiqamah. Itulah prinsip hidup yang dimiliki oleh Hj Fatmah Assegaf. Di usia senjanya, wanita keturunan Jawa dan Yaman ini tetap bersemangat mengurus rumah sakit yang didirikan NU.

Pesantren: Ponpes Putri Salafiyah Bangil (hal 38)
Pondok Pesantren Putri Salafiyah Bangil terkenal sebagai pesantren yang mendidik generasi da’iyah handal. Mencetak kader dakwah putri yang bertakwa, berbudi luhur, berintelektual tinggi dan konsisten di jalan Allah. Telah terbukti banyak alumni yang menjadi penyiar agama.

Pendidikan: MTs Al-Musthofa Canggu, Mojokerto (hal 40)
Di tengah makin tingginya kompetisi dunia pendidikan, sekolah-sekolah dituntut semakin kreatif untuk meningkatkan daya saing. Salah satunya melalui kegiatan ekstra, seperti yang dilakukan oleh MTs Al-Musthofa Canggu. Seperti apa?
Kancah Dakwah: Geliat Dakwah di Ujung Negeri (hal 42)
Berdomisili  di perbatasan negara identik dengan kesengsaraan. Selain karena terpencil dan jauh dari pusat ibu kota, wilayah ini juga kental dengan gerakan kristenisasi. Lebih-lebih di Indonesia timur. Yang sekan-akan menutup asa bagi kita (umat Islam) untuk melantunkan dakwah di sana. Namun tidak bagi Kiai Kamali, kegigihannya berdakwah membawanya pada perjuangan di ujung negeri.

Muhibah: Sowan ke Masjid Tertua di AS (hal 44)
Sebagai negara adi kuasa, Amerika Serikat menyimpan banyak hal. Berkunjung ke negara pimpinan Barrak Obama yang demikian luas, pasti menyisakan banyak hal menarik. Hal positif inilah yang akan diceritakan Mufti Rasyid Maskub kepada pembaca Aula.

Khazanah: Gandum; Media Pengobatan Nabi (hal 47)
Beberapa iklan promosi tentang gandum mulai marak di beberapa media. Sayangnya, hanya sedikit di antara kita yang memahami kandungan serta manfaat dari makanan sarat nutrisi ini.

Nuansa: Terkesima Cucu Syaikh Abdul Qadir (hal 49)
Bertemu dengan cucu Syaikh Abdul Qadir al-Jailani demikian istimewa. Apalagi sampai berkenan memberikan pandangan seputar Islam di tanah air, khususnya NU. Berikut catatan Murtadji Djunaidi khusus kepada Aula.

Aktualita: Rapimnas LTM-NU Bertabur Bintang (hal 51)
Sudah cukup lama Palangkaraya tidak tersentuh acara besar NU. Meski secara faktual orang NU mayoritas, namun mereka lemah dalam banyak sisi. Soal masjid misalnya, dari 82 masjid yang ada di kota itu, hanya 4 milik “mereka”, selebihnya dikelola ala NU. Tapi sayang, belum satu pun yang bernadzir NU. Belum lagi sisi politik.

Lentera: Al-Khawarizmi Bapak Matematika Dunia (hal 53)
Sejarah adalah milik para penguasa. Itu adalah kalimat yang tepat demi menggambarkan bahwa bangsa Barat telah merampas banyak penemuan dari dunia Islam yang kemudian diklaim atas nama mereka.

Ibrah: Guru Menjadi Murid, Murid Menjadi Guru (hal 54)

Wawasan: Mencari Sekolah, Merenda Masa Depan (hal 55)

Sembilan: Ulama Penyangga Akidah Umat (hal 58)
Sumbangsih terbesar yang diberikan para ulama Nusantara terdahulu adalah keteguhan mereka dalam menjaga aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kalau sekarang banyak serangan terhadap keberadaan Aswaja, ada baiknya belajar dari metode dan kiprah mereka. Berdebat secara elegan dengan buku dan kitab, bukan dengan kekerasan.

Sekilas Aktivitas (hal 60)
Rehat: KH Mutawakkil Alallah & A Wazir Wicaksono (hal 66)

Rabu, 09 Mei 2012

AULA Edisi Mei 2012


BELAJAR DARI KESUKSESAN ZENDING

Umat Islam Indonesia selalu merasa bangga dengan jumlah mereka yang terbesar di seluruh dunia. Kuota jamaah haji Indonesia setiap tahun juga urutan teratas di antara negara-negara di seluruh dunia. Saking banyaknya pengantri calon haji di Indonesia, mereka harus menunggu antrian hingga sepuluh tahun lamanya. Tapi mengapa jumlah pemeluk Islam di Indonesia terus merosot ?

Mahfudz, suatu ketika masuk ke pedalaman hutan Kalimantan. Setelah menempuh perjalanan selama 3-4 jam dari Pontianak sampailah ia di kawasan Entikong yang berbatasan dengan Malaysia. Ia adalah salah seorang calon TKI di Malaysia yang berangkat secara ilegal. Di pedalaman Entikong itu ia tinggal tiga bulan lamanya menunggu suasana aman agar dapat menyeberang ke Negeri Jiran melalui jalan-jalan tikus. Untuk mengusir rasa jenuh masa tunggu yang tidak jelas itu, setiap hari ia menjelajahi hutan di kawasan tersebut. Kadang memancing, kadang berburu, kadang sekadar mencari pengalaman.

Beberapa kali ia bertemu dengan suku Dayak di pedalaman. Perasaan aneh muncul. Ia lihat suku berkulit kuning itu terlihat ramah kepada pendatang baru seperti dirinya. Beberapa kali ia disapa dan diajak mampir ke rumah mereka. Kadang diajak makan bersama, lalu menginap di rumah mereka dengan didampingi anak gadis mereka. Padahal sebelumnya ia membayangkan suku Dayak adalah suku yang kejam dan suka memakan orang (seperti suku Indian di Arizona). Tapi kali ini ia harus meralat sangkaan itu.

Rupanya masih ada lagi dugaan pemuda asal Sidoarjo itu yang salah tentang pedalaman Kalimantan. Jika sebelumnya ia membayangkan suku Dayak di pedalaman adalah penganut animisme dan dinamisme yang menyembah pohon besar dan nenek moyang, rupanya sudah tidak lagi. Ternyata di pedalaman hutan Kalimantan telah berdiri gereja-gereja dalam jumlah yang sangat banyak. Meski ia belum pernah menyaksikan sendiri orang Dayak beribadah di gereja-gereja tersebut. “Hampir di setiap jarak satu kilometer selalu ada gereja di sana,” tutur lelaki yang mengaku juga menemukan sebuah pondok pesantren di pedalaman tersebut.

MISIONARIS DI PAPUA

Kisah hampir sama juga terdengar dari pedalaman Papua. Ternyata mayoritas suku-suku pedalaman pulau di ujung timur yang jumlah dan wilayahnya sangat luas itu kini telah menjadi penganut Kristen ataupun Katolik. “Kalau hari Minggu di pedalaman itu seperti hari raya. Mereka memakai pakaian dan pergi ke gereja bersama-sama. Sepulang dari gereja mereka telanjang lagi,” kata Ir Arif Musaddad, salah seorang petugas Balitbang Pertanian Jakarta yang pernah beberapa lama di pedalaman Papua untuk melakukan survey.

Mereka menjadi seperti itu, kata putra KH A Muchith Muzadi (Mbah Muchith) itu, berkat kesuksesan para misionaris yang terus telaten tinggal di pedalaman dan menemani penduduk setempat dalam jangka waktu yang lama. Ia mencontohkan, pada mulanya banyak sekali suku di pedalaman Papua yang tidak dapat saling berkomunikasi dengan suku lainnya. Mereka berbeda sama sekali dalam adat dan bahasa. Kalau terjadi perselisihan biasanya langsung diselesaikan di lapangan perang yang memang sudah disediakan. Budaya seperti itu sudah terjadi secara turun-temurun. Kalau sampai akhirnya suku-suku di pedalaman itu dapat mengenal pakaian dan dapat berkomunikasi dengan suku yang lain dan dunia luar, para misionarislah yang mengajari mereka. “Termasuk kalau mereka sekarang dapat berbahasa Indonesia, yang mengajari juga para misionaris itu,” kata Arif. “Memang seluruh akses ke pedalaman itu hanya mereka yang menguasai,” lanjut alumnus Institut Pertanian Bogor itu.

Hebatnya para misionaris, setelah tiba di tempat tujuan, biasanya mereka langsung dapat beradaptasi dengan suku setempat dan tinggal bersama mereka. Hal itu dikarenakan sebelum berangkat mereka memang telah mempelajari kehidupan suku-suku yang hendak dituju dan telah mempersiapkan mental secara matang. Setelah diterima, di situlah mereka mulai menyentuh hati dengan banyak membantu dan mengajar ilmu pengetahuan kepada anak-anak suku tersebut. Sebagaimana yang terjadi di tempat-tempat lain, misionaris selalu disertai dengan dana besar dan akses ke luar negeri yang kuat. Jadilah pelaksanaan misi mereka menjadi sangat maksimal. “Mereka datang tampaknya memang tulus dengan misinya, bukan sekadar ingin menghabiskan uang dari funding saja,” lanjut Arif.

GURU TUGAS

Di tahun 1961 NU pernah membentuk lembaga Missi Islam. Lembaga ini dipimpin oleh Dr KH Idham Chalid dan sekretaris Anshary Syams. Lembaga inilah yang menggodok para kader muda NU dalam waktu beberapa lama sebelum dikirim ke pelosok-pelosok daerah untuk mengembangkan NU. Tidak jarang di antara para utusan itu akhirnya dijadikan menantu warga setempat sehingga ikatan batin NU dengan masyarakat setempat menjadi makin kuat.

Kini Missi Islam tidak ada lagi. Namun kebutuhan pengiriman da’i ke pedalaman dan pelosok-pelosok negeri sebenarnya masih sangat dibutuhkan. Mereka yang di sana masih sangat memerlukan bimbingan dari para kiai yang kebanyakan berada di tanah Jawa. “Missi Islam begitu penting sekali, kita masih sangat kurang da’i yang memahami kondisi,” kata H Komari, S.Pd, Wakil Ketua PWNU Papua.

Namun ada baiknya juga dicoba pemanfaatan guru tugas dari pondok-pondok pesantren. Sebab, sebagaimana diketahui, tingkat pemahaman agama di Jawa dan daerah pedalaman luar Jawa masih sangat timpang. Ibaratnya, jika di Jawa untuk menjadi seorang ustadz saja sulit, di pedalaman untuk menjadi kiai saja mudah. Karena itu pengiriman guru tugas sangat penting. “Selain membantu membimbing masyarakat, sekaligus sebagai tempat praktek langsung santri belajar menghadapi problema di tengah masyarakat,” kata KH A Sadid Djauhari, pengasuh Pondok Pesantren As-Sunniyah Kencong, Jember, tentang manfaat pengiriman guru tugas.

Baca ulasan lengkapnya di Majalah AULA Edisi Mei 2012 dengan topik utama “SAAT MEREKA KITA LUPAKAN” :

 Belajar dari Kesuksesan Zending (hal 9)
 Antara Tantangan dan Musuh Terselubung (hal 12)
 Berharap Dakwah Terintegrasi (hal 14)
 Ada Kampung Salib di Tapal Kuda (hal 16)

Baca juga ulasan lainnya mengenai:

Assalamu’alaikum (hal 4)
Refleksi (hal 5)
Kotak SMS (hal 6)
Surat Pembaca (hal 7)
Selingan (hal 8)

Ihwal Jam’iyah: Menyambut Kehadiran Koperasi Bintang Sembilan (hal 20)
Selangkah lagi, PWNU Jawa Timur akan memiliki Koperasi Induk NU Bintang Sembilan. Dana sudah siap, partner sudah setuju dan segala infrastrukturnya segera dilengkapi. Apa manfaatnya?

Liputan Khusus: Mendengar Harapan dari Ujung Tombak (hal 22)
Akhirnya datang juga kesempatan berbincang dengan para agen dan pembaca majalah. Meskipun tak sampai mendatangkan mereka secara keseluruhan, namun harapan mereka cukup melecut semangat kami untuk terus berbenah.

Tokoh: Prof Dr Ir H Triyogi Yuwono, DEA (hal 25)
Seni hadrah, banjari dan istighosah masuk dalam rangkaian dies natalis perguruan tinggi ternama rasanya sangat jarang terjadi. Mungkin hanya ITS yang melakukannya. Jam’iyah yasin dan tahlil juga berjalan baik di lingkungan para dosen. Kecerdasan pun berpadu dengan keimanan secara baik.

Bahsul Masail: Sumbangan Non Muslim untuk Masjid (hal 28)

Kajian Aswaja: Bagaimana Memahami Konsep Sifat Allah? (hal 30)

Uswah: Prof KH Syaifuddin Zuhri (hal 32)
Banyak orang terlena akan jabatan dan melupakan amanat yang seharusnya menjadi tanggung jawab yang diembannya. Pemanfaatan jabatan menjadi opsi pilihan selagi jabatan masih tersemat dipundak. Tak ayal kepentingan masyarakat kerap diduakan oleh kepentingan-kepentingan individu.

Nisa’ : Dra Hj Ucik Nurul Hidayati, MPdI (hal 36)
Wajah da’iyah yang satu ini sudah akrab menghiasi layar televisi lokal di Jawa Timur. Salah satunya adalah acara “Apa Kata Bu Nyai” yang secara rutin menyapa pemirsa TV9 setiap Ahad siang. Di luar itu, ia rutin keliling ke berbagai pelosok kota dan kabupaten untuk berdakwah, hingga ke luar Jawa dan luar negeri. Inilah sosok Dra Hj Ucik Nurul Hidayati, M.PdI.

Pesantren: PP Al-Muhajirin Pungging Mojokerto (hal 38)
Di negeri kita memang banyak orang yang pintar. Sayangnya, terlalu banyak di antara mereka menggunakan kepintarannya menjadi orang yang keblinger. Karena itulah, Ponpes Al-Muhajirin menekankan pendidikannya agar para santri tidak hanya alim, tapi juga amin. Alias pintar dan dapat dipercaya.

Pendidikan: STAIFAS Kencong Jember (hal 40)
Untuk bisa kuliah, sebagian terpaksa merogoh dana lumayan tinggi serta harus ke kota besar. Mestinya, para mahasiswa dapat tetap beraktifitas di komunitasnya dan bisa merampungkan studi dengan biaya terjangkau, tanpa menanggalkan kualitas.

Kancah Dakwah: Merajut Mimpi Yatim Pengusaha (hal 42)
Sampai kini, masih banyak panti asuhan yang mengasuh anak yatim dengan manajemen lillahi ta’ala. Sekadar menjalankan kewajiban tanpa disertai manajemen yang baik. Akibatnya, sekeluar dari panti anak asuh kurang bisa mandiri. Yayasan Al-Madina Surabaya menemukan resep baru agar anak asuh kelak dapat mandiri. Seperti apa?

Muhibah: Pesona Mutiara Hitam di Azerbaijan (hal 44)
Mungkin tidak banyak orang NU mengenal nama Azerbaijan, namun kenal lekat dengan kota Bukhara, tempat lahir Imam Bukhori yang ahli Hadits. Padahal kota Bukhara berada di negeri Azerbaijan. Sama halnya sebagian orang Barat yang lebih mengenal Bali daripada Indonesia.

Khazanah : Labu Buah Kegemaran Nabi (hal 47)
Buah labu jarang menjadi makanan pendamping. Padahal bila diteliti secara seksama, manfaat buah ini sangat tinggi. Labu atau waluh juga memiliki selaksa manfaat yang berguna bagi tubuh.

Nuansa: Bertanam Robusta di Lahan Balai Diklat (hal 49)
Bagaimana kondisi Balai Diklat NU di Prigen, Pasuruan? Sudah lama tidak terdengar kabar beritanya. LPPNU Jawa Timur baru saja menggelar acara di sana. Rofi’i, salah seorang calon wartawan Aula, turut mengabadikan peristiwa itu.

Aktualita: LKNU Gelar Rakornas Pertama (hal 51)
Layanan dan fasilitas kesehatan adalah kebutuhan tak terhindarkan. Bahkan, Mendikbud Prof Dr Muhammad Nuh, DEA menandaskan, bila kondisi kesehatan seseorang lebih baik, dapat dipastikan kesejahteraannya juga turut meningkat.

Lentera: Perancang Pesawat Terbang (hal 53)
Sebagian kita pernah menggunakan pesawat terbang sebagai sarana transprortasi. Bahkan ada sebagian yang tak mau menggunakan media lain karena dianggap tidak efisien. Namun pernahkah kita berfikir, siapa pencipta konsep besi terbang ini? Dialah Abbas Ibnu Firnas.

Wawasan: Harmonisasi Islam dan Barat, Mungkinkah? (hal 56)

Sembilan: Peneliti NU Luar Negeri Terpopuler (hal 58)
NU memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Tidak hanya di dalam negeri, orang luar negeri pun banyak yang berminat. Termasuk para peneliti tentang NU. Sebagian di antara mereka malah sudah rajin mengikuti Muktamar NU sejak era tahun 1970-an.
Bagi mereka, forum nasional lima tahunan itu seakan menjadi agenda wajib yang sayang untuk dilewatkan, termasuk Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010 silam. Siapa sajakah mereka?


Sekilas Aktivitas (hal 60)

Rehat: Imam Suprayogo & Muhammad Fauzi (hal 66)

Selasa, 03 April 2012

AULA April 2012


KEBANGKITAN SARJANA NU

Wacana NU sebagai Ormas tradisional sebenarnya sudah tidak berlaku lagi. Kalau mau jujur, kebanyakan ilmuwan papan atas negeri ini sebenarnya malah berlatar belakang NU. Hanya saja kadang di tengah jalan matanya nanar melihat Ormas lain.
Kini jalinan untuk menarik kembali para ilmuwan berkumpul di rumah besar NU mulai dijalankan. Sebuah niat besar, langkah besar dan membutuhkan tenaga besar tentunya. Mampukan niat mulia itu dijalankan?


Baca ulasan lengkapnya di Majalah AULA edisi April 2012:

UMMURRISALAH:
- Angan-Angan Besar Sarjana NU (hal 9)
- Berkah dari Radar 96 (hal 11)
- Fokus Kegiatan Ilmiah dan Sosial (hal 13)
- Wawancara: Dr H Ali Masykur Moesa, M.Si, MHum (hal 17)

Dapatkan juga info dan liputan lainnya mengenai:

Kancah Dakwah: Menutup Lokalisasi Tak Bisa Seketika (hal 22)
Di mana-mana orang resah dengan keberadaan tempat pelacuran. Namun tidak semua daerah dapat menutup lokalisasi di wilayahnya, karena biasanya berkaitan dengan ekonomi, politik, HAM, dlsb. Tapi Kabupaten Blitar dapat melakukannya. Gerakan Pemuda Ansor banyak turut ambil bagian dalam peristiwa penting itu. Kita dapat belajar dari Kota Patria ini.

Ibrah: Kartini dan Air Mata Kiai Sholeh (hal 21)
Tokoh: KH Abdul Mu’thi Nurhadi (hal 25)
Bahsul Masail: Memposisikan Kepala Jenazah dengan Benar (hal 28)
Kajian Aswaja: Mengapa Kita Perlu Ziarah ke Makam Para Wali? (hal 30)
Wirausaha: Nafisa Production (hal 32)
Nisa’ : Dr Hj Mutmainnah Musthofa, MPd (hal 36)
Ihwal Jam’iyah: Menyelamatkan Kawasan Merah dari Wahabi (hal 38)
Pesantren: PP As-Sunniyyah Kencong Jember (hal 42)
Muhibah: Secercah Harapan Muslim Michigan (hal 44)

Khazanah : Buah Surga yang Menjelma di Dunia (hal 47)
Di negeri ini buah pisang dianggap sebagai sekadar buah pelengkap setelah makan. Padahal buah ini mengandung sangat besar manfaat bagi tubuh. Sudah saatnya mengangkat derajat buah pisang, bukan sekadar buah pelengkap, tapi sebagai buah utama yang perlu dikonsumsi.

Obituari: KH Abdullah Faqih & KH R Fawaid As’ad (hal 50)
Lengkap sudah rasanya. Warta Warga Aula edisi Maret hampir seluruhnya yang wafat adalah kiai atau bu nyai. Tidak biasa. Sudah begitu, masih ketambahan wafatnya KH Abdullah Faqih (Langitan) dan KH R Fawaid As’ad (Situbondo). Tulisan ini sekadar mengenang kepergian beliau berdua.

Rehat: Drs H Fuad Anwar & H Samiadji Makin, S.Pd, SH, MH (hal 52)
Wawasan: Muhasabah untuk Membenahi Krisis Keteladanan (hal 53)
Sembilan: Makanan Anti Oksidan Terbaik (hal 60)
Sekilas Aktivitas (hal 62)

Kamis, 01 Maret 2012

AULA Maret 2012


MENGGALI DANA ORGANISASI

Dalam perang modern, jumlah pasukan bukanlah unsur utama untuk dapat memenangkan pertempuran. Paling penting adalah strategi, penguasaan medan dan senjata yang dipergunakan. Namun akan lebih baik jika jumlah pasukan besar didukung senjata modern pula. Dana adalah ‘senjata utama’ organisasi saat ini. Sayang, problem klasik itu belum terpecahkan hingga kini.

Uang memang bukan segalanya, namun dakwah akan lebih maksimal jika didukung dengan dana yang cukup. Sebuah organisasi besar tanpa dana yang jelas mungkin akan tetap berjalan, selama para anggota masih memiliki semangat yang tinggi dan siap berkorban. Namun, jelas, organisasi besar akan semakin hebat manakala didukung dengan dana yang besar pula. Apalagi di zaman yang mulai edan ini, ketika uang semakin banyak memainkan peran dan orang lebih suka jasanya dihargai dalam bentuk uang daripada janji pahala dan surga di akhirat kelak.

Dana organisasi, itulah masalahnya. Telah sekian puluh tahun persoalan klasik itu tidak pernah digarap secara serius dan berkesinambungan. Biasanya anggota dan pengurus lain hanya njagakno kemampuan ketua untuk mencari. Padahal dana operasional bulanan saja jumlahnya tidaklah sedikit. Untuk PBNU, konon membutuhkan dana Rp 275 juta perbulan, sedangkan PWNU Jawa Timur sekitar Rp 30 juta. Kasihan ketua. Kebutuhan dana biasanya baru terpikirkan ketika akan mengadakan kegiatan. Ketika berhasil dan hajat selesai, selesai pula urusan dana. Ketika akan mempunyai gawe lagi, dana baru dipikirkan lagi, begitu seterusnya.

Padahal pendiri NU telah mengajarkan tentang mengatasi masalah dana ini. Tahun 1929 misalnya, HBNO (istilah lama untuk PBNU) mendirikan Cooperatie Kaoem Moeslimin di Pacarkeling Surabaya, yang 15 persen keuntungannya untuk Jam’iyah Nahdlatoel Oelama. Dalam ART NU bab XXIV pasal 93 dan 95 juga telah diatur tentang iuran anggota. Iuran yang merupakan ‘PAD” murni organisasi itu tidak pernah disentuh. Padahal sumber yang satu ini benar-benar murni: tanpa proposal, tanpa makelar, tanpa potongan, tanpa takut KPK, halal dan bebas pajak. Lebih dari itu sebagai bukti kesetiaan anggota kepada organisasi. Iuran anggota sebenarnya juga selalu tertulis dalam ART NU setiap hasil muktamar, namun belum ditindaklanjuti secara nyata.

Dalam kalkulasi matematika, kalau jumlah anggota NU sebanyak 70 juta orang, masing-masing menyetor iuran Rp 1.000 rutin setiap bulan kepada organisasi, maka dana yang terkumpul sebanyak Rp 70 miliar setiap bulan. Dengan dana sebesar itu NU akan dapat berbuat banyak untuk dirinya, umatnya dan membantu kepada umat lain yang sedang tertimpa musibah. Katakanlah anggota yang sadar mau membayar hanya 10 persen saja, dana yang terkumpul masih Rp 7 miliar.

MENJAGA HARGA DIRI

Organisasi yang menggantungkan dana dari luar akan sangat berbahaya bagi kemandirian organisasi itu sendiri, karena dana dari luar seringkali bermuatan kepentingan (mengikat). “Kalau mengikat, akan merugikan organisasi. Mungkin dapat uang, tapi amar makruf nahi mungkarnya berhenti, karena sudah ‘disewa’ oleh orang lain, hingga pendapat NU tidak bisa independen, dan pasti mengikuti orang yang ngasih duit itu,” kata Rais Syuriah PBNU, Dr KH A Hasyim Muzadi.

Untuk itulah penggalian dana organisasi dari internal perlu disegerakan. “Sudah waktunya orang NU mulai memikirkan bagaimana dia sebagai warga NU membiayai perjuangan NU. Semua orang harus memulai, betapapun sulitnya dan membutuhkan waktu panjang, kita harus memulai itu,” pesan KH Abdul Muchith Muzadi.

Alangkah nikmatnya berorganisasi ketika organisasi itu memiliki dana sendiri. Dengan begitu setiap program dapat diukur dengan kemampuan sendiri, tanpa perlu merepotkan pihak lain. PCNU Kota Pekalongan adalah salah satu contoh nyata. PCNU yang berada di Pantura itu memiliki sumber dana rutin dari unit usaha yang dirintisnya sejak tahun 2004 silam. Kini setiap bulan PCNU ini mendapatkan pemasukan dana antara Rp 35 juta hingga Rp 45 juta. Sementara bendahara telah memiliki simpanan dana abadi sebesar Rp 350 juta. Betapa gagahnya Cabang yang satu ini.

Selengkapnya baca di Majalah AULA Maret 2012. Baca juga ulasan lain mengenai:

Assalamu’alaikum (hal 4)
Kotak SMS (hal 6)
Surat Pembaca (hal 7)
Refleksi (hal 8)

UMMURRISALAH :
- Menggali Dana Organisasi (hal 9)
- Dana Organisasi Dimulai dari Mana? (hal 11)
- Strategi Apik dari Kota Batik (hal 14)
- Kreatifitas Baru Orang Surabaya (hal 16)

Liputan Khusus : Saatnya Berkhidmat untuk Umat (hal 19)
Ihwal Jam’iyah : Evaluasi dan Koordinasi Program (hal 22)
Tokoh : Dr H Ulul Albab, MS (hal 25)
Bahsul Masail : Kontoversi Pusaka Islam, Mana yang Benar? (hal 28)
Kajian Aswaja : Mengapa Kita Perlu Yasinan? (hal 30)
Wirausaha : Bisnis Kakao yang Memukau (hal 32)
Nisa’: Hj Su’adah (hal 36)
Pendidikan : STT Qomaruddin Gresik (hal 40)
Uswah : Haji Andi Mappanyukki (hal 42)

MUHIBAH :
Tahlilan di Goa Ashabul Kahfi (hal 44)
Beberapa kiai baru kembali dari Yordania menghadiri undangan Raja Abdullah II. Mereka berziarah ke tempat-tempat keramat negeri itu. Subhanallah, betapa nikmatnya. Selebihnya, para kiai juga menjenguk para TKW yang nasibnya malang. Mereka lari dari rumah majikan karena tidak kuat lagi diperbudak. Sementara hampir dapat dipastikan mereka adalah warga NU. Jadinya, hati para kiai terbelah : senang sekaligus susah.

Kancah Dakwah : Pengabdian Berbekal Tekad (hal 48)

NUANSA:
Geliat Menggerakkan Ekonomi (hal 50)
Potensi ekonomi yang dimiliki warga NU demikian mengangumkan. Amat disayangkan bila peluang itu tidak dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat yang kebanyakan adalah nahdliyin.

Rehat : Akhmad Muzakki & Imam Fadli (hal 52)
Wawasan : Berkaca dari Keteladanan Ahlul Bait (hal 53)
Resensi : Menjawab Gugatan Aliran Anti Tahlil (hal 57)

AKTUALITA:
Hati-Hati Menyikapi FPI (hal 58)
Habib Rizieq ditolak di Kalimantan Tengah, lalu berlanjut marak isu tuntutan pembubaran FPI. Banyak orang yang tak tahu-menahu terpengaruh isu tersebut. Mereka pun turut meneriakkan hal yang sama. Sementara Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftachul Akhyar, malah berpikir sebaliknya. “FPI masih sangat dibutuhkan di negeri ini,” tuturnya.

Sembilan:
Negara Pengguna Facebook Terbesar di Dunia (hal 60)
Sekilas Aktivitas (hal 62)

Kamis, 02 Februari 2012

AULA Pebruari 2012


SEJARAH BARU JAM'IYYAH THARIQAH

Jam’iyah Ahlith Thariqah Almu’tabarah Annahdliyah (Jatman) baru saja merampungkan Muktamar XI tahun 2012. Keberlangsungannya terasa istimewa karena berhasil memberikan beberapa catatan sejarah baru dalam dunia thariqah. Seperti apa?

Almanak menunjuk angka 20 pada bulan Shafar 1433 H atau bertepatan dengan 14 Januari 2012. Suasana pagi di Kabupaten Malang pada hari Sabtu itu tampak redup se-perti biasanya. Kabut dan awan seakan tak rela membiarkan sinar mentari menembus dinding-dinding udara yang suhunya cenderung dingin dan sejuk.

Rintik gerimis pun ikut ambil bagian. Butiran tetesannya berpadu membasahi dedaunan, tanah dan atap gedung-gedung di Ponpes Al-Munawariyah di Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang. Tenda putih nan besar yang mampu menampung sekitar 10.000 orang di halaman masjid Ponpes Al-Munawariyah juga dibuatnya basah kuyup. Wajar jika suasananya terasa damai dan khidmat.

Di tengah iklim yang sejuk itulah, Jam’iyah Ahlith Thariqah Almu’tabarah Annahdliyah (Jatman) mengukir beberapa catatan baru pada Muktamar XI. Sejumlah keputusan penting dirumuskan agar kepakan sayap organisasi para pengamal thariqah ini terus mengembang.

Ketika anak panah jarum jam sudah menunjuk angka 9, seluruh muktamirin telah berkumpul di bawah naungan tenda putih itu. Perhatian muktamirin tertuju pada panggung utama yang serba hijau dan digunakan untuk memimpin jalannya sidang pleno akhir. Seseorang bediri di podium menyampaikan beberapa keputusan penting yang telah diambil di masing-masing sidang komisi.

Hasil sidang Komisi Ifta’ adalah salah satu ketetapan yang ditunggu-tunggu. Sebab dalam komisi itu dibahas tentang siapa yang memegang otoritas tertinggi dalam kepemimpinan Jatman selama satu periode mendatang. Proses sidangnya pun tidak sembarangan. Bersifat tertutup dan hanya boleh diikuti oleh para mursyid dari 43 aliran thariqah bersama delapan orang Rais Idaroh Wustho (pimpinan wilayah) sebagai representasi Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Meski hasilnya sudah bisa diprediksi, namun tetap saja kepastian masih menjadi teka-teki. Dan semua terjawab setelah salah seorang juru bicara Majlis Ifta’ menyuarakan: “Bismillahirrahmanirrahim. Susunan Idaroh Aliyah periode 2012-2016. Rais Am, KH Habib M Luthfi Ali bin Yahya,” katanya membacakan ketetapan.
Kata-kata itu langsung disambut dengan gemuruh tepuk tangan dan takbir dari muktamirin. Sebagai pertanda bahwa mereka sepaham dengan ketetapan Majlis Ifta’ yang memilih Habib Luthfi untuk ketiga kalinya memimpin Idaroh Aliyah (pimpinan pusat). Habib asal Pekalongan itu pertama kali terpilih sebagai Rais Am Jatman dalam Muktamar IX pada 2000 di Pekalongan dan terpilih kembali dalam Muktamar X pada 2005, juga di Pekalongan.

Selain Rais Am, Majlis Ifta’ juga memberi amanat kepada KH. Zaini Mawardi (Demak) sebagai Katib Am, KH Mu’thi Nurhadi (Surabaya) sebagai Mudir Am (ketua umum), KH M Masroni (Semarang) sebagai Sekretaris Jendral dan Ir H Bambang Irianto Ichsanuddin sebagai bendahara umum.

EPISODE BARU

Selain menetapkan struktur ke-pengurusan, Muktamar XI juga mengukir beberapa catatan baru bagi Jatman. Pertama, eksistensi muslimat dalam dunia thariqah semakin diakui. Hal ini terbukti dengan komposisi peserta yang melibatkan sekitar 1000 muslimat dari berbagai daerah di tanah air. Panitia pun menyiapkan fasilitas khusus agar peserta dari kaum hawa itu bisa melangsungkan sidang komisi Muslimat Thariqiyah.

Kedua, Jatman mendeklarasikan lajnah baru bernama Mahasiswa Ahli Thariqah Annahdliyah atau disingkat Matan. Organisasi ini diharapkan mampu menggelorakan sentuhan spiritual dan gerakan moral di tengah para mahasiswa yang dinilai seringkali mengunggulkan intelektual semata.

Ketiga, Jatman berperan besar sebagai pelopor berdirinya asosiasi organisasi thariqah se-luruh dunia. Dalam Muktamar XI tersebut, Jatman mengundang beberapa tokoh dan pemimpin thariqah dari 6 negara di Timur Tengah. Mereka berhasil mengidentifikasi pemimpin thariqah di seluruh dunia dan akan dikumpulkan dalam satu forum. Indonesia ditunjuk debagai tuan rumah dan Habib Lutfi dipercaya sebagai ketua panitia. Forum tersebut direncanakan dihelat pada tiga bulan mendatang dan target utamanya adalah mendeklarasikan Rabithah Atthariqiyah Al-Alamiyah (Asosiasi Thariqah Dunia).

Keempat, Jatman secara resmi merekomendasikan kepada PBNU agar semua pengurus NU dibaiat menjadi pengamal thariqah.

Selengkapnya baca di Majalah AULA Pebruari 2012. Baca juga ulasan lengkap mengenai:

Refleksi: Thariqah (hal 5)
Cermin: Dulu Mengislamkan Sekarang Dikafirkan (hal 8)

UMMURRISALAH:
- Sejarah Baru Jam’iyah Thariqah (hal 9)
- Jalan Keluar itu Bernama Thariqah (hal 12)
- Haruskah Pengurus NU Bai’at Thariqah? (hal 15)
- Menyambut Kehadiran Matan dan Muslimat Thariqiyah (hal 18)

Ihwal Jam’iyah: Aswaja NU Center Manggung di Muktamar (hal 20)
Liputan Khusus: Kasus Karang Gayam (hal 22)
Tokoh: H Imron Rofi’i, BA (hal 25)
Bahsul Masail: Mempertanyakan Hukum Bermadzhab (hal 28)
Kajian Aswaja: Kirim Fatihah, Kenapa Takut Tak Sampai? (hal 30)
Wirausaha: Usaha Bandeng Asap Bu Jalil (hal 32)

NISA’: Dra Hj Choirun Nisa, M.Pd (hal 36)
Berkah ketaatan kepada suami yang pengasuh pondok pesantren dan juga Ketua PCNU Kabupaten Mojokerto, ia terpilih sebagai wakil bupati. Ternyata ia mempunyai resep sendiri untuk tetap dapat menjalankan tugasnya sebagai istri dari seorang kiai, ibu dari anak-anak dan wakil bupati ‘Majapahit’.

Uswah: KH Zaini Mun’im (hal 38)
Pendidikan: SMK Wahid Hasyim Surabaya (hal 40)
Pesantren: Ponpes Ngaren Gresik (hal 42)

MUHIBAH: Menjadi Sahabat Spiritual TKI Hongkong (hal 44)
Banyak sudah orang mengeluhkan nasib TKI di luar negeri, namun tidak banyak yang peduli pada mereka. LDNU Jawa Timur adalah salah satu dari yang tidak banyak itu. Empat orang pengurus LDNU dikirim ke Hongkong untuk ‘menjenguk’ dan membimbing mental mereka. Mereka pun seakan berada di kampung sendiri

Kancah Dakwah: Meng-NU-kan Lembaga Pendidikan (hal 48)

KHAZANAH: Kacang Hijau, Si Kecil yang Multi Manfaat (hal 50)
Tak ada tanaman ciptaan Tuhan yang tidak memiliki manfaat. Termasuk kacang hijau. Ternyata si kecil itu menyimpan manfaat yang luar biasa besar. Bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan yang enak dan bergizi. menyehatkan lagi.

Wawasan: Mencintai Ahlul Bait Secara Proporsional (hal 53)
Info Sehat: Pilih-Pilih Makanan Menjelang Tidur (hal 56)
Resensi: Mengenal Lebih Dekat Imam Syafi’i (hal 58)
Obituari: Dr H A Saerozi, M.Pd (hal 59)
Sembilan: Negara dengan Populasi Muslim Terbanyak (hal 60)
Sekilas Aktivitas (hal 90)

Senin, 09 Januari 2012

AULA Januari 2012


TETAP SIAGA SATU MENGHADAPI KOMUNIS

Globalisasi yang di dalamnya dibarengi dengan kemudahan akses informasi membawa dua dampak sekaligus. Bila tak membentengi diri, maka bukan manfaat yang didapat, justru mudharat. Hal ini juga berlaku bagi ideologi dunia, segalanya punya konsekuensi.

TAK kurang KH A Hasyim Muzadi mengingatkan bahwa bangsa ini harus meningkatkan kewaspadaan serta menyadari akan terus terjadinya pertarungan ideologi. Usai perang dunia dan perang dingin, maka sangat kecil akan terjadi perang fisik maupun pertarungan senjata. Bahkan sebagian kalangan menyatakan yang akan terjadi adalah pertarungan peradaban atau class of civilization.

“Menghadapi kondisi seperti ini, maka tidak ada jalan lain kecuali meningkatkan kewaspadaan,” katanya pada sebuah acara seminar neo komunisme beberapa waktu lalu. Kewaspadaan terhadap ancaman ideologi anti Tuhan ini semakin penting lantaran adanya kecenderungan keberadaannya yang ingin melakukan ekspansi dan meneguhkan jati diri.

Rais PBNU ini menilai, ideologi impor saat ini telah mengepung Indonesia, karena demokratisasi yang berjalan tanpa kendali di tengah padatnya penduduk. “Sebagai negara yang memiliki penduduk demikian padat serta demokratis, maka Indonesia menghadapi kepungan tantangan mulai dari ekonomi, politik, budaya, bahkan juga ideologi,” katanya.

Menurut Presiden Konferensi Agama-agama Sedunia untuk Perdamaian (World Conference on Religion for Peace/WCRP) itu, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang telah memasuki fase keempat ternyata bukan menghasilkan kesejahteraan, melainkan suasana bangsa justru kian tidak kondusif. “Saat kondisi karut marut seperti ini, maka dapat dipastikan bangsa Indonesia dengan mudah mendapat intervensi asing, karena tindakan membatasi kemerdekaan orang akan dianggap melanggar HAM (hak asasi manusia), padahal HAM hanya dimanfaatkan untuk menghancurkan ideologi di sini,” kata Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini.

Partai Komunis di Indonesia memiliki romantisme usai kegagalan melakukan kudeta. Sebagai salah satu partai yang keberadaannya menjadi kekuatan dengan suara yang cukup signifikan tentunya masih banyak simpatisan dari partai ini. Pada Pemilu 1955 yang dicatat sebagai pesta paling demokratis, ternyata Partai Komunis Indonesia (PKI) mampu meraup suara yang cukup meyakinkan.

Dalam kajian tentang kebangkitan komunis gaya baru di Indonesia pasca reformasi, Arukat Djaswadi mengatakan, sejarah peristiwa pemberontakan PKI mulai tahun 1948 di Madiun, dan peristiwa G30S PKI tahun 1965 cukup sebagai pengalaman. Meskipun gerakan PKI dapat dikalahkan, tetapi mereka tidak mengakui kekalahan dan justru menuntut ganti rugi atau kompensasi dan pemutarbalikkan sejarah secara sistematis dengan memposisikan diri sebagai korban, bukan pelaku pemberontakan. Hal ini dapat dilihat pada kemunculan beberapa organisasi yang memiliki pola dan gerakan seperti layaknya PKI.

Arukat yang juga pegiat anti komunis ini menambahkan, sekarang ini orang-orang berpaham komunis sudah pada posisi “ring satu” di pemerintahan. Banyak kegiatan mereka yang diketahui oleh aparat keamanan atau aparat hukum, tetapi tidak ada yang diproses atau tersentuh hukum.

Terhadap hal ini, beberapa kalangan menyayangkan. Namun demikian, setiap warga negara memiliki status dan hak yang sama di depan hukum. “Oleh karena itu, siapa saja dari warga bangsa sudah selayaknya mendapatkan perlakukan yang layak, kendati dia PKI,” kata KH Shalahuddin Wahid. “Apalagi hanya sebagai anak atau cucu dari keluarga PKI. Mereka kan tidak salah?” lanjutnya.

Senada dengan itu, Kiai Hasyim Muzadi sependapat bahwa para eks PKI dan keluarganya sudah seharusnya diberikan ruang yang sama dalam konteks kewarganegaraan. “Namun demikian, kecurigaan terhadap kebangkitan neo komunis harus menjadi kesadaran bersama,” katanya.

Oleh karena itu yang layak dipertanyakan adalah keberadaan lembaga intelejen negara yang kurang mampu mendeteksi kemungkinan kebangkitan komunis tersebut. Beberapa dari mereka kini bahkan menjadi orang penting di negeri ini.

Sorotan dunia internasional yang mengharuskan pelaksanaan hak asasi manusia sebagai hal tak terhindarkan dalam keseharian sebuah negara, juga bisa berdampak positif dan negatif. Terjadinya pelanggaran terhadap HAM, apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang pastinya akan menjadi perhatian dunia. Dan celakanya, hal ini tidak berlaku fair. “Kalau ada hak warga yang hilang, maka dunia langsung merespons negatif. Namun jika yang menjadi korban adalah pihak keamamanan, maka tak ada yang melakukan pembelaan,” kata Kiai Hasyim menyayangkan. Isu pelanggaran HAM akhirnya dimanfaatkan berbagai pihak untuk memperkeruh keadaan. Dan ini juga berlaku bagi bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, disaat kondisi bangsa yang serba gamang seperti ini, tidak ada jalan lain kecuali adanya ketegasan dari pemerintah. Demikian pula pada saat yang bersamaan, peran masyarakat diharapkan juga memberikan informasi bila diindikasikan adanya gerakan yang akan mengarah kepada komunis gaya baru.

Bangsa yang besar adalah mereka yang mampu menghargai peran dan jasa para pahlawannya. Kejahatan kemanusiaan akibat ulah PKI di masa lalu adalah bukti sejarah yang jangan sampai terlupakan begitu saja. Keterbukaan yang menjadi bagian tak terhindarkan dari globalisasi hendaknya dimaknai dengan kemampuan membuka diri serta kesadaran untuk senantiasa waspada terhadap berbagai ancaman yang ada. “Hanya dengan ini kita bisa tetap survive,” tandas Kiai Hasyim. Bukan hanya kewaspadaan kepada komunis gaya baru yang menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa ini. Pemberantasan korupsi, penegakan hukum serta perbaikan mutu pendidikan adalah di antara persoalan pelit yang juga layak diperhatikan bagi bangsa Indonesia. Dan itu hanya bisa diselesaikan dengan tuntas bila antara pemerintah dan rakyat terjadi sinergi.

DAPATKAN JUGA LIPUTAN LAINNYA DI MAJALAH AULA JANUARI 2012:

Refleksi: Rotan (hal 8)

UMMURRISALAH:
- Tetap Siaga Satu Menghadapi Komunis (hal 10)
- Kenali Gerakan Komunis Gaya Baru (hal 12)
- Kejahatan Komunis Tak Semata Angka (hal 14)
- Neo Komunisme Bukan Isu Penting (hal 17)

Ihwal Jam’iyah: Pemerintah Abai, Nasib Petani Kian Tercekik (hal 19)
Kancah Dakwah: Geliat Berjam’iyah di Pulau Sapi Bag. 1 (hal 21)

MUHIBAH: Sensasi Plong Muslim Wollongong (hal 25)
Satu bulan berada di Australia dan New Zealand memberikan kesan mendalam bagi KH M Cholil Nafis, Ph.D. Apalagi pria kelahiran Sampang, Madura, ini melakukan safari dakwah selama Ramadlan dan Idul Fitri di sembilan kota. Beliau mengisahkan tentang kehidupan muslim di Wollongong yang berkembang pesat.

Kajian Aswaja: Dasar Tradisi Kenduri Kematian (hal 28)
Bahsul Masail: Mempercayai Sialnya Rebo Wekasan? (hal 30)
Wirausaha: Aneka Camilan New Sehati (hal 32)

SEMBILAN: Universitas Pertama di Dunia (hal 36)
Kejayaan peradaban umat Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan zaman dahulu memang mendominasi. Dalam konteks ini, universitas adalah salah satu unsur penting yang patut dijadikan ukuran. Dari sembilan universitas tertua di dunia, pendirian tiga kampus di antaranya didominasi oleh umat Islam.

Mimbar Aula: Membiasakan Hidup Sederhana (hal 38)
Pendidikan: SMK Al-Islah Surabaya (hal 40)
Tokoh: KH. Mahfudz Syaubari (hal 42)
Wawasan: Bangga dengan Aswaja Nahdliyah (hal 45)
Uswah: KH Abdul Halim (hal 48)

KHAZANAH: Melebihi Nutrisi Susu Sapi (hal 50)
Susu sapi, susu kambing, atau susu kedelai mungkin sudah biasa dikonsumsi, tetapi bagaimana dengan susu dari kedelai? Padahal menurut hasil penelitian, susu keledai jauh lebih bernutrisi daripada susu sapi dan mengandung sedikit lemak.

Rehat: Nur Shodiq & Agus Zainal Arifin (hal 52)
Dirasah: MK dan Wewenang Memutus Persoalan Agama (hal 53)
Lentera: Bapak Ilmu Optik Dunia (hal 56)
Info Sehat: Korelasi Gaya Marah Terhadap Kesehatan (hal 59)
Sekilas Aktivitas (hal 90)

Selasa, 20 Desember 2011

AULA Edisi Desember 2012


Penelitian terakhir soal potensi zakat yang bisa dihimpun di tanah air mencapai Rp217 triliun per tahun dan saat ini baru bisa dihimpun Rp 1,5 triliun. Jelas sekali pemanfaatannya masih jauh panggang dari api. Kini, UU zakat terbaru hadir dari gedung Senayan. Dapatkah memberi jawaban?

Lewat sidang paripurna yang tidak terlampau gaduh, akhirnya DPR mengesahkan Undang-Undang (UU) tentang Pengelolaan Zakat pada rapat paripurna, Kamis (27/10). Dengan disahkannya UU ini, maka pengelolaan zakat akan terintegrasi di bawah koordinasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). UU ini adalah perubahan atas UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam praktiknya, keberadaan BAZNAS memiliki fungsi sebagai perencana, pelaksana, pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan, hingga pelaporan zakat. Sedangkan lembaga pengelolaan zakat yang selama ini dikelola oleh masyarakat, akan dikoordinasi oleh BAZNAS.

Di sisi lain, para tokoh agama, analis ekonomi dan hampir semua orang sepakat bahwa potensi dana masyarakat yang didapat dari ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) cukuplah besar. Hal ini dibuktikan dengan telah dimanfaatkannya dana umat tersebut oleh para penjajah. Seiring dengan kian meningkatnya kesadaran keberagamaan yang juga diiringi peningkatan taraf hidup, maka dapat dipastikan bahwa potensi itu tidaklah kecil. Namun kepada siapa para hartawan muslim ini akan menyalurkan kelebihan rejekinya? Dikelola sendiri atau dipasrahkan kepada amil?

Bila pilihan pertama yang diambil, tentunya tak akan ada masalah. Namun persoalannya akan lain bila dana itu diberikan kepada amil. Di antara sekian banyak amil atau lembaga amil zakat (LAZ) yang ada, siapa yang layak dipercaya?

Ditanggapi Beragam

Beberapa pasal yang paling sering diperdebatkan antara lain pasal 38. Dalam pasal itu diatur ketentuan setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat. Pihak yang mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat, harus mendapat ijin dari pejabat yang berwenang. Jika mengabaikan hal ini, maka yang bersangkutan terancam denda Rp. 50 juta atau kurungan penjara selama setahun (pasal 41).

Selain itu, dalam pasal 18 dinyatakan bahwa lembaga amil zakat yang didirikan syaratnya harus berasal dari ormas Islam. Padahal, lembaga amil zakat yang ada sekarang dan sudah terbukti eksis dalam memajukan sistem pengelolaan zakat di negeri ini tidak berasal dari ormas Islam.

Karena itulah tanggapan beragam muncul pasca disahkannya UU zakat yang baru. Bayang-bayang judicial review ke Mahkamah Konstitusi juga menjadi isu yang santer diberitakan. Sebab, sebagian kalangan menilai ketentuan dalam UU ini akan menyulitkan umat Islam untuk melaksanakan rukun Islam yang keempat. UU ini mewajibkan pembayaran zakat harus kepada amil dari lembaga amil zakat yang terdaftar. Selain itu, lahirnya aturan ini justru kian memperburuk tata kelola kelembagaan zakat di tanah air, bahkan berpotensi mematikan lembaga zakat yang selama ini sudah ada. Argumentasi itu didasarkan peran masyarakat yang dinihilkan di dalam UU ini dan membuat Baznas menjadi lembaga superbodi tanpa ada restriksi.

Akademisi dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah UI Yusuf Wibisono, misalnya, menyatakan pengaturan UU ini mewajibkan adanya sentralisasi di bawah BAZNAS. Baginya, sentralisasi pengelolaan zakat oleh negara melalui BAZNAS memiliki argumentasi yang lemah. Padahal di banyak negara, pengelolaan zakat justru lebih diberikan lebih luas bagi partisipasi publik.

Bertolak belakang dengan itu, Ketua Umum BAZNAS Didin Hafidhuddin, menyatakan mestinya masyarakat bersyukur atas disahkannya UU ini. “Dengan UU ini, maka penanganan zakat di Indonesia akan tertangani dengan baik,” katanya.

Terhadap beberapa kalangan yang skeptis dan bahkan mengkerdilkan keberadaan LAZ swasta, Didin membantahnya. “Justru dengan UU ini akan mampu mengatur LAZ dengan baik dan menempatkannya sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem zakat nasional,” sambungnya.

Mengambil Sisi Baik

Di luar hiruk pikuk wacana atas terealisasinya UU ini, salah seorang anggota Komisi VIII berharap agar masyarakat memandang aturan ini sebagai hal positif. “Dengan UU ini, maka keberadaan amil yang ada di masyarakat kian diberikan keleluasaan mengopreasionalkan dana umat,” kata Prof DR H Ali Maschan Moesa, MSi.

Bagi mantan Ketua PWNU Jatim ini, dengan UU tersebut, maka masyarakat dapat lebih terbuka melakukan pengawasan agar dana yang telah terhimpun dapat disalurkan secara optimal. “Bukankah sudah pada tempatnya kalau dana yang dihimpu dari masyarakat juga harus dipertanggungjawabkan?” kata anggota Badan Kehormatan DPR RI ini balik bertanya.

Selama ini memang ada kemudahan bagi perorangan maupun lembaga untuk menjadikan dirinya sebagai amil tanpa ada upaya melaporkan pengelolaan dana yang telah ada.

Demikian pula keberadaan LAZ haruslah berbadan hukum. “Pengelolaan zakat harus berbadan hukum, karena terkait dengan kewenangan pengalihan aset lembaga,” kata Bahrul Hayat yang juga Sekretaris Jendral Kementerian Agama.

“Pasti akan menimbulkan pro dan kontra,” kata Pak Ali. Namun diharapkan dengan UU ini, kepercayaan masyarakat kian bertambah. Dengan demikian akan lebih banyak potensi dana yang bisa diserap dan didistribusikan untuk membantu mengangkat masyarakat dhuafa’ dari keterpurukan. Sinergi antara pemerintah lewat BAZNAS dan masyarakat dengan LAZ-nya, diharapkan pengentasan kemiskinan bukan sekedar slogan tanpa makna.