Sabtu, 04 Agustus 2012

AULA Agustus 2012

Serba-Serbi Perkumpulan Bani

Bulan Syawal merupakan bulan pelebur dosa sesama. Di mana-mana orang saling bermaafan. Di bulan itu pula para keluarga besar keturunan (bani) tokoh tertentu biasa berkumpul. Macam-macam acara yang menyertainya. Ada yang unik, ada yang klasik, ada yang modern. Tapi untuk apa mereka melestarikan garis keturunan itu?

Kalian ini keturunan orang besar, orang hebat. Karena itu kalian harus mengaji yang lama, mondok yang lama. Jangan mentang-mentang Mas, harus dijaga, Rek. Meskipun mas, kalau dalam lumpur, tidak terlihat masnya. Meskipun Mas, kalau tidak mengaji, apa yang harus dibanggakan? Kalah dengan orang Nokromo. Ya kalah kuat, ya kalah uang”.

Kutipan di atas adalah pesan-pesan dari KH Mas Umar Baidlowi yang disampaikan untuk memberi semangat kepada para anggota keturunan Bani Hajji. Memang seperti itulah yang seharusnya dilakukan oleh mereka yang memiliki garis nasab keturunan tokoh besar. Mereka harus mampu menjaga martabat sang tokoh tersebut dengan akhlak dan ilmu. Bukan malah menggantungkan nasib dengan ‘menjual’ nama besar sang tokoh utama, merasa lebih tinggi dari yang lain, lalu minta dihormati layaknya sang tokoh tersebut. Rasulullah SAW sendiri telah melarang seseorang membanggakan keturunannya.

Keturunan adalah soal takdir. Tidak ada orang yang dapat meminta atau menolak untuk dilahirkan atau tidak dilahirkan sebagai anak tokoh tertentu. Tinggal bagaimana cara menyikapi ketika mereka mendapatkan takdir itu. Orang bijak biasanya malah merasa berat ketika terlahir sebagai keturunan orang penting, sebab ia harus menjaga martabat kakek moyangnya dengan berakhlakul karimah. “Oleh karena kamu keturunan Sunan Giri, kamu tidak boleh berbuat dosa, malu sama kakekmu,” begitu biasanya orang tua bijak menasehati putranya.   

Halal bihalal, konon, pertama kali dilakukan oleh Presiden Soekarno atas inisiatif dari KH Abdul Wahab Hasbullah. Di saat Bung Karno merasa galau lantaran banyak perbedaan pandangan seputar bentuk negara dan ancaman disintegrasi bangsa yang tampak semakin nyata, Kiai Wahab mengusulkan agar diadakan acara Halalun Bihalalin, yakni saling merelakan atau menghalalkan peristiwa masa lalu berganti dengan rekonsiliasi.

Bung Karno setuju. Beberapa waktu kemudian digelarlah acara itu di istana kepresidenan. Beberapa kalangan dari banyak aliran, bahkan mereka yang bukan muslim sekalipun, berkenan datang untuk saling bersalaman. “Istilah kita saat itu ya kosong-kosong,” kata KH A Hasib Wahab, salah seorang putra Kiai Wahab. Maksud dari kalimat itu adalah saling memaafkan segala perbedaan dan kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya.

Kini acara halal bihalal telah berkembang luas. Tidak hanya di kampung, tapi juga dilangsungkan oleh para pejabat tinggi negara di kantor-kantor pemerintahan, perusahaan dan tempat-tempat lain. Para pemilik garis keturunan tokoh tertentu biasanya juga memanfaatkan momentum halal bihalal di bulan Syawal ini untuk menyambung kekerabatan mereka, yang sebenarnya di negeri Arab sendiri malah tidak ada. “Inilah kekhasan yang dimiliki bangsa ini dibandingkan dengan bangsa manapun di dunia,” kata Gus Hasib yang mantan anggota DPR RI dari PDIP itu.

Inilah salah satu kekayaan khas muslim Indonesia. Inti acara adalah halal bihalal dan silaturahmi, namun dalam kemasan yang berbeda-beda. Masihkah ada yang bilang bid’ah? Ah, sudah tidak jaman, om.

Baca ulasan lengkapnya di Majalah NU Aula edisi Agustus 2012, baca juga liputan lainnya :

Ummurrisalah :
Serba Serbi Perkumpulan Bani (hal 9)
Beda Keluarga, Beda Acara (hal 11)
Untung Rugi Perkumpulan Bani (hal 16)
Agar Perkumpulan Tetap Lestari (hal 17)

Refleksi : Surga (hal 8)

Ihwal Jam’iyah : Kader Pembela Aswaja Telah Lahir (hal 19)
Tidak salah ucapan Sekjen PBNU Dr H Marsyudi Suhud, bahwa NU Jawa Timur adalah teladan. Apa yang dimunculkan oleh Jawa Timur (hampir pasti) akan dijadikan pilot project oleh PBNU untuk daerah lain. Kali ini Jawa Timur menggelar Olimpiade Aswaja. Menarik, sekaligus dapat dicontoh.

Liputan Khusus : Kongres II IPSNU Pagar Nusa di Lamongan (hal 21)
Kepemimpinan Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPSNU) Pagar Nusa telah memasuki episode baru. Terpilihnya H Aizuddin Abdurrahman sebagai ketua umum dalam kongres yang lalu diyakini akan banyak memberikan nuansa baru dalam organisasi para pendekar NU ini.

Tokoh : Drs KH Mas’ud Yunus (hal 25)
Berada di luar lingkaran NU membuat orang dapat melihat NU dari sisi lain yang mungkin lebih netral. Kondisi itu saat ini dialami oleh tokoh kita kali ini. Dari sudut itu pula akhirnya ia menginginkan agar orang-orang NU (kelak) terlihat lebih gagah. Seperti apa?

Bahsul Masail : Penukaran Uang Jelang Lebaran (hal 28)
Kajian Aswaja : Menyirikkan Orang Shalat di Kuburan (hal 30)

Uswah : KH Bisri Musthofa (hal 32)
Sebagai tonggak perjuangan masyarakat, ulama selalu menjadi sosok yang terdepan dalam melawan penjajahan. Ia menjadi panutan dan pembimbing di tengah jalan kegelapan. Begitu pula yang diperankan oleh KH Bisri Musthofa.

Nisa’ : Isti Zusrianah (hal 36)
Di lingkungan rumahnya, Isti Zisrianah memang dikenal sebagai guru TK biasa. Tapi ketika keluar rumah, namanya dikenal sebagai aktivis organisasi perempuan yang handal. Ia mengawali kiprah kepemimpinan dari bawah hingga dipercaya sebagai Ketua PW Fatayat NU DI Yogyakarta. Tapi ia masih tidak mau melepaskan profesinya sebagai guru TK. Kenapa?

Pesantren : Ponpes Riyadhul Jannah Mojokerto (hal 38)
Pesantren ini tak hanya membekali para santri dengan kemantaban ilmu agama dan akhlakul karimah. Tapi juga memberikan doktrinasi supaya para santri menjadi pengusaha muslim yang handal. Dengan cara apa?

Pendidikan : MA Unggulan Nurul Islam (hal 40)
Di tengah gempuran sekte keagamaan yang datang dari semua lini. Sudah sepatutnya warga NU mewaspadainya. Maka, membentengi generasi muda mutlak dilakukan. Sebagaimana yang dipraktekkan oleh MA Unggulan Nurul Islam Jember hingga mampu mencetak kader unggul yang menguasai Ahlussunnah wal Jamaah dan hujjahnya di luar kepala.

Kancah Dakwah : Usai Pembakaran, Muallaf Kian Merana (hal 42)
Tragedi pembakaran mushala Insan Kamil Oktober tahun lalu, membuat kondisi muallaf memprihatinkan. Beberapa kepala keluarga tidak lagi menetap. Ingin tahu kisah lengkapnya?

Muhibah : Kesempatan Beasiswa Luar Negeri Terbuka Luas (hal 44)
Apresiasi banyak kalangan kepada NU sungguh luar biasa, khususnya di belahan dunia. Untuk kesempatan dan tawaran ke luar negeri misalnya, sangat terbuka luas. Mampukah kesempatan itu dioptimalkan? Apa saja yang perlu disiapkan menyambut kesempatan itu? Semoga informasi ini membuka cakrawala kita bersama.

Khazanah : Keajaiban di Setiap Tetes Air Zam-Zam (hal 47)
“Sebaik-baiknya air di muka bumi  ialah air Zam-Zam. Padanya ada makanan yang menyegarkan dan penawar bagi segala penyakit.” (HR. Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu)

Nuansa : Sumbangsih Kampung Tangguh Nahdliyah (hal 49)
Taraf hidup dan kualitas kesejahteraan masyarakat harus terus meningkat. NU sebagai ormas terbesar di Indonesia ini, mengupayakan membentuk kampung tangguh nahdliyyah di tengah masyarakat Indonesia.

Aktualita : Pertemuan Aktivis Guru dan Mahasiswa (hal 51)
Jawa Timur menjadi tuan rumah kegiatan berskala nasional. Di antaranya pertemuan para pegiat guru dan mahasiswa NU. Pertanda bahwa jam’iyah ini terus bergeliat, dan wilayah ini sangat kondusif menjadi tuan tumah yang baik untuk kegiatan besar.

Mimbar Idul Fitri (hal 53)

Wawasan : Meneguhkan Peran Pemimpin Umat
oleh Prof Dr KH Malik Madani, Katib Am Syuriah PBNU (hal 55)

Sembilan : Menteri Agama dari NU (hal 57)
Sebagai organisasi yang memiliki kontribusi besar bagi corak dan bentuk negara, ditambah dengan jumlah anggota yang demikian besar, sudah sewajarnya keberadaan NU diperhatikan. Termasuk dalam seleksi Menteri Agama RI. Berikut Sembilan di antara mereka.

Sekilas Aktivitas (hal 59)